Mohon tunggu...
julio purba kencana
julio purba kencana Mohon Tunggu... Lainnya - Hanya orang di persimpangan kiri jalan

kunjungi website pribadi penulis di fenestrapost.com website ini berisi tulisan-tulisan tentang anti radikalisme

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Semua Tentang Kemanusiaan dan Hati Nurani

24 April 2024   19:43 Diperbarui: 24 April 2024   19:45 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (foto:www.kompas.com)

Manusia telah merajai dan menguasai  segala sesuatu di dunia. namun hal itu seakan tidak pernah memenuhi lubang yang ada di hati mereka. Semua ingin berkuasa tidak ada yang peduli terhadap sesama. Persetan dengan yang namanya kemanusiaan yang paling penting kekayaan, tahta, dan kekuasaan. 

Tidak ada yang peduli berapa banyak anak-anak yang kehilangan orang tua mereka karena perang. Tidak ada yang peduli senyum gadis kecil yang merayakan ulang tahunnya dengan api yang berasal dari korek api. Tidak ada hati nurani, tidak ada Tuhan, tidak ada, semuanya hanya dongeng indah di kala kanak-kanak. Semua yang tersisa hanya cacat cela dan kegelapan di dunia. 

Siapa yang kuat dia  yang berkuasa, dan siapa yang lemah harus menanggung beban sebagai seorang budak selamanya.  Berhenti berharap, tidak  akan ada yang datang untuk menyelamatkan kita. Kita hanya bisa menangis melihat penderitaan yang merajalela.  Surat dan seruan perdamaian sudah berjuta-juta bahkan saking banyak nya sudah menjadi sebuah gunung yang siap Meletus. 

Namun siapa yang peduli. Telinga sudah tuli, hati sudah membatu, dan mata hati sudah menjadi buta. Jangan mengharapkan cinta. Semua telah sirna kita semua sudah terjebak dalam kegelapan tak berdasar. Agama yang seharusnya menjadi tempat pengharapan juga sama saja, bahkan pemukanya tidak segan untuk menindas dan mempertahankan kenyamanan yang selama ini telah ia bangun sebagai tahtanya. 

Kelaparan, gizi buruk, penderitaan, kesepian, bahkan kesuraman telah menjadi satu dengan matinya hati nurani kita sebagai manusia. tidak ada yang akan mendengarkan dan membaca tulisanmu tentang humanisme. Tidak ada yang betah berlama-lama berbicara denganmu yang membicarakan nurani. "lebih baik, bekerja demi uang ketimbang mendengarkan omong kosongmu" begitulah kata-kata yang akan kau dengar ketika berbicara tentang kejamnya perang. Kita  telah menjadi serigala bagi sesama, serigala ganas yang selalu lapar akan kehancuran sesama. 

Menulis tentang semuanya ini membuatku meneteskan air mata. Begitu hancurkah hati nurani kita semua. Telah berubahkah keagungan hati yang diberikan oleh yang maha Esa kepada kita sehingga kita tiada bedanya dengan binatang. Risalah ini bukan sebuah kritik, bukan juga sebuah jawaban melainkan sebuah seruan. 

Kembalikan rasa persaudaraan, kembalikan rasa kemanusian, dimana damai, dimana kesejahteraan? Kenapa begitu sulit bagi kita untuk memberikan sedikit kebahagiaan kita kepada sesama yang begitu menderita. Bukankah kita semua bersaudara, lalu kenapa kita mengasingkan mereka dengan begitu kejamnya. 

Sudahkah kita semua sadar atau kita sudah membunuh hati nurani yang selama ini berteriak menuntut kebebasan bagi sesama kita. Maka tidak ada salahnya jika kita berpikir kalau perang adalah sesuatu yang harus kita kutuk bersama. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun