Ujung-ujungnya jadi t*i
((catatan buat admin: maaf apabila judulnya kurang pantas. Silahkan saja disensor/diganti))
Hari minggu lalu, saya diajak teman untuk makan siang di salah satu café di kawasan candidasa, karangasem, bali.
Dari Denpasar mobil kami merayap pelan, namun begitu memasuki by pass I.B.Mantra-yang belum rampung sempurna, seperti terdorong rasa lapar kami, atau mengikuti irama truk-truk yang kemungkinan hendak meluncur kea rah pelabuhan padang bai membawa muatan besar, mengejar jadual penyeberangan ke pelabuhan lembar. Begitu cepat temponya, debu beterbangan diseputar city car kami akhirnya, terhempas truk-truk sesak muatan itu.
Seiring kicauan penyiar di sebuah radio swasta-yang menambah berisiknya obrolan kami sahut-menyahut tanpa henti, tahu-tahu kami sudah memasukki kawasan jalan raya candidasa. Kali ini mobil mini kamipun seperti dipaksa mengurangi kecepatan,bahkan beberapa kali berhenti karena sebuah persembahyangan sedang berlangsung di sisi kanan jalan tersebut.
Oke, saya tak sabar untuk menceritakan ini, cerita tentang makan siang kami. Urusan perjalanan, singkat cerita---lancar-menyenangkan-tak terasa meminta waktu 2,5 jam. Mungkin bisa lebih cepat andai ini bukan hari minggu atau libur-pun tak bisa menyalahkan persembahyangan. Karena di Bali, tiap hari pasti ada persembahyangan.Dan saya sudah terbiasa bahkan pada fase-menikmatinya.
Oke,oke..sabar sedikit…ini saya baru mau mulai…
Jadi begini, teman saya mendapatkan vouchers lunch dari sebuah café di candidasa. Sebagai anak kost-bujang..wow tentu saja ini jadi sebuah anugerah, meski saat ini toh masih tanggal muda. Karena masa berlaku voucher itu hanya berlaku “sekali makan”, kami memilih weekend untuk menggunakannya. Toh, kalau hari sabtu-minggu, saya tidak menggunakan layanan cattering. Weekend biasa makan diluar atau masak sendiri.
Begitu masuk ke café yag dimaksud, seorang waitress mengantar kami memilih tempat mana yang paling nyaman. Kami memilih sebuah gazebo disudut café tersebut. Rindang oleh taman asri, dikelilingi kolam ikan yang cantik.
Sibuk kami memilih-milih menu. Mulai dari starter sampai desserts. Yup, beberapa menit waitress siap dengan note kecilnya mencatat semua menu yang telah terseleksi.
Menunggu menu kami diantar, sambil ngobrol ngalor-ngidul, kami menikmati taman yang menyesaki petak kecil café tersebut yang menurut saya tak seberapa luas. Tapi kami tahu ini, tanah di lokasi ini tentu berharga 7-8 digit per are-nya.