Mohon tunggu...
Julie Nava
Julie Nava Mohon Tunggu... -

Author | Certified Branding Strategist

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kehadiran yang Menyembuhkan: Sepenggal Kisah tentang Muslim di Amerika

20 Oktober 2014   13:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:25 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernah punya pengalaman bagus dengan dokter? Di mana kehadiran mereka saja serasa sudah menjadi obat. Waktu kecil, kami punya dokter langganan di Tembaan-Jember. Namanya dokter Heru, kalau tidak salah. Ke sanalah bapak dan ibu membawa anak-anaknya berobat kala sakit.

Saya masih ingat, saat dokter Heru mengambil sample darah dari tangan kiri, yang bikin saya meringis. Dia bilang, "Wah, nggak nangis ya. Hebat. Anak pemberani."

Dibilang demikian, tentu saja bikin hati jadi mekar. Apalagi buat bocah sekecil saya, yang waktu itu masih TK. Sepulang dari sana, rasanya benar-benar gagah dan bangga. Jangan-jangan ini yang bikin imunitas saya tinggi. Padahal sudah didera berbagai penyakit, mulai tipus, malaria, campak, bahkan pernah bisu sesaat waktu kena demam tinggi (tapi ortu tidak tahu, dikiranya saya cuma pengen diam saja).

Pengalaman yang sama juga terjadi di sini. Dokter-dokternya bagus. Baru ditanyain, rasanya semua penyakit terbang menghilang.

Kehadiran yang menyembuhkan ini bukan monopoli dokter semata. Ada banyak orang yang kehadirannya saja sudah membuat sebuah kawasan menjadi tenang. Salah satunya adalah kehadiran Muslim di Amerika .

Saya melihat dengan mata kepala sendiri, beberapa kawasan di mana Muslim banyak tinggal. Salah satunya adalah Jamaica-Queen, NY. Tempat ini dulunya sarang penyakit sosial. Prostitusi, obat terlarang, minuman beralkohol, penembakan, kemiskinan, kekumuhan. Komplit. Itu kawasan yang benar-benar dekil luar dalam. Yang mau tinggal di sana hanya orang yang kepepet saja.

Tapi kondisi itu berubah sejak ada satu imigran Muslim membeli rumah di sana. Ia mulai mengadakan pengajian, dan lama-kelamaan muncullah orang-orang baru yang menempati kawasan itu. Sebuah Islamic Center berdiri. Orang makin banyak datang. Mereka membuka toko, menjual makanan, daging halal, baju, mainan. Ada yang buka praktek dokter, jasa lawyer, dan lain-lain. Perekonomian meningkat. Satu demi satu sumber penyakit menghilang. Prostitusi lenyap. Kekerasan lenyap. Pengedar obat terlarang tidak pernah kelihatan lagi batang hidungnya.

Kini kawasan Jamaica-Queen menjadi kawasan paling aman di kota itu. Anak-anak bebas bermain. Remaja punya macam-macam kegiatan. Olahraga, pengajian, musik, dan rutin mengadakan acara bagi-bagi selimut dan makanan hangat untuk gelandangan. Orang nyaman berjalan-jalan di kawasan itu, saling menyapa, belanja, atau sekedar menghabiskan waktu sore hari menikmati suasana.

Inilah kehadiran yang menyembuhkan. Di Jamaica-Queens, di Dearborn, dan di sejumlah tempat lain. Di mana Muslim hadir, biasanya di situ penyakit sosial berkurang. Dan itu semua mereka lakukan TANPA KEKERASAN. Hanya damai, mengajak, dan menghidupkan perekonomian. Kalau ada kejahatan, mereka segera mengontak polisi. Jika dicurigai, mereka mengundang dan mengajak dialog. Musik tidak dilarang, justru dihidupkan dengan napas Islami. Televisi tidak dilarang, dan justru menjadi sarana membuat program tayangan Islami.

Targetnya bukan untuk mengislamkan orang, tetapi untuk membuat prestasi dan berkontribusi. Orang akan melihat, dan dengan sendirinya tertarik. Jika mereka masuk Islam, itu bonus besar. Jika mereka menaruh simpati pada Muslim, itu karunia. Jika mereka semakin melek dan mendukung perjuangan Muslim di negara lain untuk bebas dari penindasan, itulah kemenangan.

Yang seperti ini membuat saya selalu optimis. Kalau di Amerika saja Muslim bisa mengubah keadaan menjadi lebih baik, mestinya di negara sendiri juga bisa, bahkan seharusnya bisa lebih baik. Bukankah hampir semua pemegang keputusan adalah Muslim? Aparat keamanan banyak yang Muslim? Presidennya juga Muslim? Itu sebenarnya sudah lebih dari cukup. Yang kurang hanyalah motivasi yang positif, barangkali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun