Aku menulis ini juga untuk diriku sendiri. Yang kadang hilang kendali
Tak perlu membuat hidupmu tampak ramai, juga tak perlu menyendiri. Biarkan hidup seperti seharusnya, tidak perlu memaksa, masing-masing punya masa. Dan untuk cinta, dia tidak pernah pergi sedetik dari hari ini, besok, lusa, dan selanjutnya. Dia masih di tempatnya, meski kamu ragu. Karena sejatinya seperti itu.
Aku menulis ini juga untuk diriku sendiri
Kamu tak perlu berpura-pura. Semua pernah merasa luka, meski bentuknya tak sama. Kalau ingin menangis, menangis saja. Percuma menahannya di dada. Serupa duri kecil yang tak kau lihat, tapi nyerinya nyata. Tak perlu merasa sendirian, diluar sana ada ribuan, jutaan, milyaran orang. Bahkan mungkin, ada juga yang menangis bersamamu detik ini, di belahan bumi yang lainnya.
Aku menulis ini juga untuk kepalaku sendiri
Yang kadang terlalu banyak berpikir, sibuk berpikir sendiri. Hingga kadang lupa dengan yang lainnya. Untuk isi kepalaku, yang sibuk menerka, mengeja. Padahal tak selamanya, tak semuanya terjawab dengan analisa logika.
Aku menulis ini juga untuk kedua mataku
Yang kadang terlalu sibuk mencari cela orang. Hingga cela sendiri tak kelihatan. Yang kadang cemburu dengan rupa orang, hingga menuntut Tuhan. Yang kadang silau dengan merah hijau, hingga aku buta warna.
Aku menulis ini juga untuk kedua telinga dan satu mulutku
Yang terlalu banyak bicara, hingga kadang aku lupa mendengarkan. Yang terlalu sibuk mendengar kata orang, menyangkal kata hatiku sendiri. Yang mendengar lalu mencipta kebohongan.
Aku menulis ini juga untuk hatiku dan yang aku simpan di dalamnya
Yang kadang berdiri sempoyongan, hilang pegangan. Yang kadang meratap, menjerit tanpa suara. Yang meredam, yang berpengharapan, yang kehilangan. Yang kadang aku sangkal sendiri. Yang kadang harus aku lukai dan aku obati, sendiri.
Kelapangan kadang kita rasa saat sempit. Bahagia, kadang kita rasa setelah sakit. Kadang kita harus berhenti sebentar untuk mendengar. Bukan hanya membaca dan bicara. Terlalu banyak kau bicara dan membaca, kau akan lupa. Yang mana isi otakmu, mana isi otak kawanmu, mana isi otak lawanmu. Lalu semua saling tindih menguasaimu.
Tuhan mencipta segala dengan takaranNya. Karena Dia lebih tahu mampumu. Jangan memaksa Dia memberi yang tak seharusnya, juga meminta yang tak semestinya. Hujan tidak jatuh sendiri, laut bukan kamu yang menggarami.
Aku percaya, di dunia semua punya nyawa dan masa
Saat aku berbicara sendiri, aku tidak sedang gila
Percaya pada dirimu sendiri, sebelum kamu percaya yang lainnya
Tuhan penulisnya, kita pemerannya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H