Ada dingin yang menembus dadaku, bergerak naik sampai pipiku. Perlahan aku membuka mata. Sepasang mata menatapku keheranan, sepasang mata milik Rama.
"Di mana aku?"
"Di Zangrandi, masa iya di neraka, pesan es krim kok ditinggal tidur. Aku baru sampai, es krimmu sudah leleh nih." Rama kembali menempelkan gelas es krim ke pipiku.
Aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Satu, dua, entah berapa puluh pasang mata biru mendelik ke arahku.
"Ini bukan Zangrandi!" aku berteriak dan berdiri, menarik tangan Rama, tetapi Rama serupa gambar hologram, tak tersentuh, tak tergenggam.
Aku ingin berlari, tetapi dinding Zangrandi semakin menyempit, menghimpit, dadaku panas, aku ingin bebas, lepas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H