Mohon tunggu...
Julie Chou
Julie Chou Mohon Tunggu... Jurnalis - short strory author

aku adalah apa yang kamu baca, yang kamu kira, yang kamu suka, juga yang tidak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Sebelas Tiga Lima

31 Desember 2019   20:16 Diperbarui: 2 Januari 2020   10:39 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Jill Wellington dari Pixabay

***

Di luar, gerimis berubah menjadi hujan. Suara canda tawa berubah menjadi serapah. Ada juga yang berdoa agar hujan segera reda, dan perayaan tahun baru tetap bisa berjalan sesuai rencana. Dan aku, memilih mematikan laptopku, merebahkan kepalaku ke bantal bermotif kulit jerapah itu.

Jika kau melihatnya, aku bertaruh kau tidak akan berhenti mengolokku karena membeli bantal yang kekanak-kanakan ini.

Bantal ini terasa nyaman sekali, atau barangkali aku yang terlalu lelah menjalani rutinitas yang sama setiap harinya.

"Ryan, turun nak! Ayo, cepat turun!" aku mendapati ibuku berteriak histeris saat melihatku duduk di dahan paling atas pohon jambu air. Bermimpikah? Tapi semuanya terasa begitu nyata

Bagian selanjutnya, aku melihat aku kecil yang terjatuh dari pohon jambu, kening kiriku berdarah, dan aku mendapatkan empat jahitan disana. Aku menyentuh keningku, bekas cekungan kecil dari luka yang aku dapatkan ketika umur tujuh tahun itu masih ada.

Lalu, aku melihat diriku yang mulai menjadi remaja, aku yang mulai mengenal rokok, aku yang mulai jatuh cinta. Dan aku, yang mulai sering berbohong pada kedua orang tuaku. Ada bagian dimana banyak hal-hal brengsek yang tak bisa kusebut satu-satu, aku terlalu malu.

"Jangan..." ucapku pelan setiap aku melihat pantulan diriku dari sisi yang lain melakukan kesalahan.

"Jangan..." berkali-kali aku ucapkan kata itu.

Bagian selanjutnya, aku melihat diriku yang memanipulasi keuangan kantor lamaku. Ada bagian pula dimana saat aku berdebat denganmu, ada bagian dimana saat kamu menangis, saat kamu terlihat begitu kecewa dan ibuku terlihat begitu terluka. Ada bagian dimana kita berdua sedang bersitegang di pengadilan, dan bagian saat kamu benar-benar pergi.

Aku melihat aku di pantulan sisi yang lain itu menangis, entah kenapa bagian ini juga membuatku begitu menderita. Aku mendapati diriku juga menangis, tanpa bisa berbuat apa-apa. Sampai aku bisa membuka mataku dan menyingkirkan bantal sialan itu dari tempat tidurku, aku tidak bisa berhenti menangis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun