Mohon tunggu...
julia hardy
julia hardy Mohon Tunggu... -

seorang blogger biasa saja yang sebelumnya sering berkata-kata di blogdetik dan ingin mencoba berkata-kata pula di kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

[Blogger Kartinian]: Memajukan Bangsa dengan Ilmu Agama

23 April 2012   02:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:16 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Postingan ini aku ikutsertakan pada event #BloggerKartinian yang diselenggarakan oleh Blogdetik, 21 Blogger 21 Perempuan 21 Kontes di blog anny.

Tahun 1980-an di daerah tempat tinggalku di kelurahan Sukaramai Medan, belum pernah ada sekolah Islam. Kecuali Madrasah yang sudah mencakup di dalamnya Raudhatul Athfal, Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah. Dan pada masa itu untuk mendapatkan ilmu pengetahuan umum yang lebih lengkap tidak bisa diperoleh dari sekolah madrasah saja sementara di sekolah umum, ilmu agama yang diajarkan hanya seputar akhlak dan dasar-dasarnya saja. Tidak ada pelajaran khusus bagaimana membaca huruf arab apalagi memahami artinya.

Mulanya, ayahku mencoba mengajari anaknya sendiri. Bermodal buku Juz'amma, beliau dengan sabar mengajari huruf-huruf Hijaiyah yang pertama sekali. Tapi karena anaknya yang lumayan banyak dan tak semua anak bisa menerima cara pengajaran ayahku yang cenderung galak kalau anaknya gak bisa, maka tak semua bisa menyerap pelajaran dengan optimal.

Adalah seorang Hajjah Maryam, rumahnya tak jauh dari rumah orang tuaku. Beliau ini merasa peduli dengan kurangnya ilmu agama yang diterima anak di sekolah umum. Maka dengan modal dan usahanya sendiri dibantu oleh suaminya, ibu Hj Maryam mendirikan sebuah tempat belajar mengaji (udah lupa namanya) di gang Gelas. Mulanya hanya sebuah ruang kelas kecil dengan beberapa murid waktu jaman abangku kecil, lama-kelamaan beliau berhasil membangun sebuah bangunan bertingkat dua dengan masing-masing lantai terdapat tiga kelas yang tidak disekat. Bangunannya hanya seadanya saja. Guru-gurunya pun hanya ada 4 orang. Mereka mengajar ngaji bergantian mulai dari kelas 1 sampai kelas 6.

Meskipun akhirnya di daerah itu ada tempat mengaji baru yang lebih besar dengan kelas-kelas bersekat dan seragam plus kelebihan lainnya, namun ibu Hj Maryam tetap terus mengelola madrasah kecilnya dengan biaya yang lebih murah dan tidak memberatkan untuk beberapa anak yang berasal dari keluarga sederhana.

Aku tak tau apakah tempat itu sekarang masih ada atau tidak, tapi yang pasti aku merasa ibu Hj Maryam ini adalah seorang perempuan yang memberikan kontribusi kepada lingkungannya. Karena dengan aku pernah mengaji di sana aku bisa membaca Al-Qur'an dengan tajwid yang baik, menafsirkannya, mempelajari tarekh (sejarah) agama Islam dan Nabi Muhammad, juga mampu menuliskan tata bahasa arab dari pelajaran Nahwu dan Sorof. Terima kasih ya, bu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun