Kira-kira sudah hampir sepekan berita fenomenal penangkapan Mensos Juliari P Batubara beserta Pejabat PPK Kemensos yang terlibat skandal penyediaan bantuan sosial Covid-19. Publik belum sembuh dari tragedi ekspor benih lobster yang melibatkan menteri KKP Edhy Prabowo, tapi sudah dikejutkan kembali oleh kasus korupsi lainnya.
"Dua kasus yang terjadi secara beruntun ini merupakan bukti matinya hati nurani para pejabat. Di tengah pandemi masih sempat-sempatnya menggasak uang negara"
Meskipun sebenarnya Kita tidak kaget dengan tingkah laku para pejabat, tapi di tengah ratusan pengusaha yang bangkrut, mereka yang kehilangan pekerjaan dan wong cilik yang kian mengurangi jatah isi perutnya, Kita berhak marah, geram dan (sedikit) putus asa.
Berangkat dari sana, saya kembali teringat pepatah lama. Ada dua macam menteri di negeri ini, pertama Menteri Mata Air dan yang kedua, Menteri Air Mata. Tentu saja perbedaan keduanya sangat kentara.
Menteri Mata Air : Hadirkan Perubahan Lewat Gebrakan
Di tengah keputusasaan rakyat rasanya menjadi perlu kembali menengok masa lalu untuk menumbuhkan harapan akan Indonesia yang lebih baik. Dari berbagai lintas kabinet dari masa pemerintahan satu ke pemerintahan lainnya tak sedikit menteri yang mencuri perhatian publik. Kali ini bukan karena tampil mendadak dengan rompi oranye, tapi mereka yang berhasil menciptakan perubahan.
Berbicara Menteri Mata Air tidak salah jika disematkan pada Menteri KKP Susi Pujiastuti pada pemerintahan pertama Presiden Jokowi bersama Jusuf Kalla. Kendati pengangkatan Ibu Susi menuai kotroversi namun beliau mampu membuktikan bahwa presiden tidak salah pilih.
Banyak prestasi di bidang kelautan yang berhasil beliau realisasikan utamanya di bidang kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan. Di bidang kedaulatan, jargon "tenggelamkan" kerap Kita dengar. Namun bukan sekadar gertak sambal, berbekal Peraturan Presiden Nomor 44 tahun 2016, Ibu Susi tanpa ampun mengadili para pencuri ikan di laut kita.
Dilansir dari detikcom, selama menjabat menjadi menteri Ibu Susi telah mengeksekusi lebih dari 500 kapal dari berbagai negara, seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Thailand, Papua Nugini, bahkan Tiongkok.
Sebagai mantan nelayan kecil, Ibu Susi paham betul akan pentingnya keberlanjutan ekosistem laut bagi para nelayan. Untuk itu, beliau melarang keras penggunaan cantrang yang dapat merusak laut. Tak hanya memperoleh dukungan, namun kebijakan yang satu ini juga ramai diprotes oleh nelayan sendiri. Namun Ibu Susi tetap tegak membela kepentingan laut dalam jangka panjang.
Dari berbagai kerja keras beliau, banyak capaian KKP yang dapat dikatakan fantastis. Tak hanya kesejahteraan nelayan, namun juga bagaimana sektor perikanan memberikan kontribusi luar biasa terhadap perekonomian nasional dengan peningkatan penerimaan pajak sebesar Rp 232 Miliar hanya dalam jangka satu tahun. Angka ini merupakan capaian tertinggi selama lima tahun belakangan.