Kontribusi tembakau melalui industri kretek bagi negara tidak dapat disangkal. Data tahun 2009 menyebutkan, dari hulu sampai hilir industri kretek menyerap tenaga kerja sampai 30,5 juta orang.Â
Selain itu, industri kretek tampil sebagai penyumbang cukai terbesar. Tahun 2010 negara menerima cukai dari tembakau sebesar Rp 62 triliun, di mana bagian terbesar dibayar oleh konsumen kretek. Penerimaan negara tersebut belum termasuk pajak yang dibayarkan industri, pajak yang dibayarkan tenaga kerja industri, dan dana sosial (CSR) industri. Dari cukai tembakau saja, industri kretek menyumbang jauh lebih besar dibanding Freeport yang hanya Rp. 20 triliun.
"citra tembakau yang terus dibiarkan negatif tak hanya menyerang petani tembakau, petani cengkeh, perkebunan tembakau, perusahaan kretek, buruh kretek, tapi juga Indonesia sekaligus".
Dinamika di dunia tembakau terus terjadi. Isu kontrol tembakau terus beredar santer di ruang-ruang publik. Sosialisasi melalui workshop, seminar, dialog dan lain sebagainya tentang bahaya tembakau terus berjalan. Media massa dengan cukup intens juga memberitakan berbagai riset dan wacana negatif tentang tembakau. Tokoh-tokoh anti tembakau bermunculan. Pelan tapi pasti, wacana tembakau yang berbahaya bagi kesehatan menjelma jadi kebenaran umum.
Melihat data-data terkait tembakau dapat disimpulkan bahwa memusuhi tembakau bukanlah tindakan yang bijaksana untuk saat ini. Kondisi sosial, ekonomi, dan politik dalam negeri belum siap jika harus berhadapan dengan tembakau dan kehilangan industri pertembakauan.
Banyak yang perlu dipersiapkan telebih dulu untuk "perang melawan tembakau". Pemerintah, akademisi, peneliti perlu mengambil peranan dan tanggung jawab penuh. Terutama dalam riset pengolahan produk tembakau berbasis non rokok. Atau jika negara sudah "beres", tingkat pengangguran rendah, angka kemiskinan kecil, keuangan negara bagus, industri tumbuh, tembakau bisa saja "dikorbankan" demi arus global.
Tembakau Produk Sejarah BangsaÂ
Tembakau bukan hanya soal komoditas pertanian di Bumi pertiwi, lebih jauh lagi tembakau sudah jadi bagian sejarah bangsa yang telah mengakar sejak abad 17.Â
Salah satu industri tembakau yaitu kretek menjadi sedikit bahkan mungkin satu-satunya industri nasional yang mampu bertahan dari berbagai terpaan badai pergolakan nasional jika dibandingkan dengan industri gula, garam, dan kelapa yang saat ini nyaris mati
Industri kretek mampu dan telah teruji menyelamatkan ekonomi bangsa sejak zaman perang dunia I pada 1918, Depresi ekonomi saat New york collapse pada tahun 1929, Agresi Militer Belanda pada 1945 hingga krisis moneter pada tahun 1997. Sehingga sekali lagi, memusuhi tembakau saat ini bukanlah tindakan yang bijaksana. Membangun kembali citra tembakau adalah tugas bersama, agar kesejahteraan petani tembakau dapat diselamatkan.
Referensi
- Abhisam, Ary Hasriadi, dan Harlan Miranda. 2011. Membunuh Indonesia. Jakarta : Kata Kata.
- Buana, Ali Surya. 2013. Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek terhadap Harga, Penawaran dan Permintaan Komoditas Rokok Kretek dan Komoditas Tembakau serta Kesejahteraan Masyarakat. Skripsi. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
- Diah dkk. Policy Paper Pengendalian Tembakau dalam Konteks Sustainable Development Goals: Menuju Generasi Muda yang Berkualitas. Jakarta : Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI).
- Sudaryanto, Tahlim dkk. 2010. Analisis Prospek Ekonomi Tembakau Di Pasar Dunia dan Refleksinya Di Indonesia Tahun 2010. Jakarta : Departemen Pertanian.
- Wibowo, Rudi dkk. 2018. Agribisnis Tembakau : Membuka Ruang Inovasi dan Bisnis untuk Kemajuan Industri. Bogor: IPB PRESS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H