Mohon tunggu...
Juliaz Trioza
Juliaz Trioza Mohon Tunggu... -

Andalas University Student

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Realitas Pendidikan Bangsa

30 Mei 2014   05:26 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:58 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita prihatin. Kita turut berbelansungkawa. Kita semuanya berduka. Dan ocehan-ocehan lain yang coba disampaikan kepada publik yang seolah-olah ingin mengatakan ini adalah musibah bersama yang tidak dapat dicegah. Saya terkadang muak juga, jika para pemangku kepentingan senantiasa mengucapkan kata-kata tersebut jika didapati korban pelecehan seksual yang terus bertambah belakangan ini.

Bagi saya akar permasalahan yang ada tidak dapat lari dari corak pendidikan kita yang masih menentukan arah. Berbicara tentang kurikulum, dalam waktu saya menginjak bangku sekolah saja sudah tiga kali kurikulum berganti. Sekarang sudah dibuat lagi sebuah kurikulum baru. Ini menggambarkan betapa masih bimbangnya Kemendikbud dalam memilih dan memilah metode terbaik untuk mendidik anak-anak bangsa.

Sebagai kurikulum baru, kurikulum 2013 sudah mulai dijalankan di beberapa sekolah yang dipilih untuk lebih dahulu menerapkannya. Sejauh mengetahui, banyak juga pro dan  kontra atas kurikulum ini, namun bukan dititik itu permasalahannya karena itu hanyalah masalah klasik yang gampang saja untuk dicarikan solusinya, penuhkan saja hati dengan lapang dada dan tolak angsur selesai masalah! Inti masalahnya adalah sejauh mana nilai-nilai yang ingin ditanamkan oleh para pembuat kurikulum dapat tertancap dengan baik kepada peserta didik.

Pembentukan karkater menjadi pokok yang ditawarkan kurikulum 2013. Saya sepakat karena tidak hanya intelektual yang perlu digenjot, namun juga emosional dan spiritual menjadi sangat penting untuk terus didorong. Karena memang insan-insan muda saat ini sedang mengalami yang namanya kemerosotan karakter tersebut. Ini juga tidak lain karenarole modeldalam kehidupan bermasyarakat stoknya semakin menipis. Jika pada zaman Nabi Muhammad banyak kita jumpai tokoh-tokoh kaya ilmu dan amal, pastinya ini disebabkan contoh teladan yang masih berada di tengah-tengah mereka. Juga pada beberapa abad setelahnya, masih banyak kita ketahui figur-figur dengan akhlak yang luar biasa dan otak cemerlang. Namun jangan jarak yang membentang antara kita dengan Rasullullah membuat kita kendur semangat untuk menjadi pribadi-pribadi yang paling tidak dapat secara konsisten mengikuti nilai kebenaran yang ada,tohkita masih punya Al-qur’an dan hadist.

Kita semua jelas menginginkan apa yang menjadi esensi kurikulum anyar tersebut dapat benar-benar tersalurkan dengan baik kepada peserta didik. Jangan blunder lagi, sudah sangat sering kita menjadi topik cemoohan bangsa lain. Padahal bangsa ini menjadi merdeka dan berdaulat berkat tangan-tangan dingin pendiri bangsa yang terdidik. Artinya kita memiliki pengalaman yang bisa kita ulangi. Sebuah sejarah yang bisa kita rengkuh lagi, malah mungkin melebihi dari apa yang telah dicapai para pendahulu tersebut.

Setiap elemen mesti berbenah dan menginsyafi segala kesalahan dan kekeliruan yang pernah dilakukan. Coba kembali kepada garis-garis kebenaran yang telah ditetapkan. Pikir kembali dan renungi lagi makna dari kata pendidikan itu sendiri. Apakah kata tersebut hanya bermakna mentransfer ilmu, dan atau sebatas pelepasan tanggung jawab saja?

Saya ingin sekali menyalahkan guru. Bukan apa-apa, karena memang entitas ini yang saya nilai tidak becus sebagai tiang pendidikan. mungkin tidak semuanya tetapi ada oknum-oknum bermental comberan yang meruntuhkan pendidikan kita.

Terkait Ujian Nasional (UN), saya pikir ini adalah cara terbaik untuk menguji peserta didik secara nasional. Bisa juga dijadikan media yang pas untuk mengukur seberapa siap siswa-siswa menyelesaikan tekanan yang ada kemudian berubah menjadi keberhasilan. Jika berhasil melewati maka pelajaran hidup berharga yang telah mereka peroleh.

Tolong jangan didebat-debat lagi UN ini, jika siapa saja mau berpikir lebih luas maka akan mengerti latar belakang yang sesungguhnya dari tokoh pencetus UN mengapa UN itu menjadi penentu kelulusan bagi siswa SMA maupun SMP. Namun dalam penjalannanya yang saya nilai tidak lancar dan tidak baik. Ada tangan-tangan kotor yang ikut serta mengrasak-grusuk UN. Banyak pihak saya rasa yang berbuat demikian.

Sekarang, siapapun itu coba bayangkan kita semua mengambil sikap dan posisi dalam memandang UN sama dengan proses-proses yang dilewati mahasiswa untuk memeroleh sarjananya. Berat? Memang begitu seharusnya bangsa Indonesia ini dididik. Karena bangsa besar ini sudah sangat lama dininabobokan dengan filosofi aneh entah siapa yang menyusupinya. Silahkan diimajinasikan sama. Maka setiap siswa SMA atau SMP akan bekerja super keras untuk dapat melewati rintangan yang hidupnya tersebut. Mengapa bisa begitu? Karena dia tidak akan mengharapkan kunci-kunci jawaban dari para penjual kunci jawaban. Dengan semaksimal mungkin akan dikerahkan segala potensi yang dimilikinya secara baik. Bukan dengan bangun lalu berangkat sekolah pagi-pagi pada saat UN, ketika ditanya mengapa pagi sekali berangkat ujiannya? Dijawab dengan tanpa rasa bersalah bahwasanya guru membagikan kunci jawaban UN pada pagi hari sebelum UN dimulai.

Anehnya, “orang-orang asing” di Indonesia ini malah memberikan opini-opini dangkal kalau UN itu memberikan tekanan yang luar biasa pada anak, menyiksa anak, tidak efektif, dll. Justru karena tekanan nan pas itulah seseorang dapat menjadi manusia mandiri dan berkarakter. Apakah anak-anak zaman sekarang pernah merasakan berpeluhnya dalam menuntut ilmu? Keringat yang bercucuran dalam belajar matematika dan fisika? Bergetarnya hatinya dalam pengumuman kelulusan? Nikmat yang tiada tekira lulus UN dengan hasil jerih payah sendiri? Saya rasa tidak. Bagaimana mau berpeluh jika soal ujian besok sudah ia ketahui. Bagaimana bisa hati bergetar jika sebelum pengumuman kelulusan ia sudah tahu dirinya lulus? Inilah realitasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun