Mohon tunggu...
JULIA ULVATMI
JULIA ULVATMI Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa HI di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Suka menulis cerita perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ancaman Konflik di Laut China Selatan terhadap Kedaulatan Indonesia

31 Mei 2024   20:25 Diperbarui: 31 Mei 2024   20:52 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DigitalGlobe, Map Data, Google

Konflik ini bermula saat China mengklaim kepemilikan atas Laut China Selatan berdasarkan peta Nine Dash Line yang luasnya hampir meliputi keseluruhan Laut China Selatan. Kawasan Laut China Selatan merupakan kawasan yang cukup strategis dan bernilai ekonomis. Dilihat dari letak geografisnya yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik sebagai jalur perdagangan atau disebut Sea Lane of Trade (SLOT). Wilayah ini memiliki peran dan arti geopolitik yang cukup besar karena menjadi titik temu Negara China dengan negara tetangganya. Perselisihan di LCS terbagi dari Kepulauan Paracel dan Kepulauan Spratly, yang mana Kepulauan Paracel terkait China dengan Taiwan sedangkan Kepulauan Spratly melibatkan beberapa negara anggota ASEAN yakni Malaysia, Vietnam, Filipina dan Brunei Darussalam.

Perairan Laut China Selatan mempunyai daya tarik yang kuat terhadap masyarakat internasional karena hasil survei geologi menunjukkan bahwa LCS kaya akan sumber daya alam, termasuk minyak dan gas bumi, serta kekayaan laut lainnya yang membuatnya bernilai strategis baik secara ekonomi maupun politik. Adanya berbagai klaim kawasan ini akan berdampak pada eskalasi konflik dalam skala yang lebih besar kedepannya. Bahkan banyak ketegangan baru muncul dari aktivitas saling klaim LCS ini.

Dari munculnya konflik kepemilikan LCS, Indonesia selalu bertindak sebagai penengah bagi negara-negara yang berkonflik atas kawasan tersebut. Namun saat ini Indonesia pun juga ikut terseret dalam konflik LCS yang disebabkan oleh China yang mulai memasukkan wilayah Natuna ke dalam peta Nine Dash Line. Kepentingan Indonesia disini berupa kepemilikan atas perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu UNCLOS 1982 dan landasan kontinen di laut utara Kepulauan Natuna. Situasi semakin memburuk ketika nelayan-nelayan China mulai masuk wilayah Indonesia dan melakukan Illegal Fishing di dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Pemerintah China memberikan respon yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia yang mengatakan China telah melakukan Illegal Fishing. China menyatakan bahwa adanya tumpang tindih terkait kepentingan dan hak maritim kedua negara di sebagian wilayah dari Laut China Selatan atau Laut Natuna Utara. Pemerintah China mengatakan bahwa kapal nelayan mereka beroperasi secara legal karena wilayah tersebut merupakan traditional fishing grounds atau wilayah pemancingan tradisional China. Kegiatan Illegal Fishing yang dilakukan oleh nelayan Tiongkok yang dikawal oleh Kapal coast guard Tiongkok tidak hanya mengancam keamanan sumber daya alam Indonesia namun juga mengancam keamanan perairan Natuna sebagai bagian terluar dari wilayah Indonesia. Berdasarkan alasan-alasan tersebut Indonesia mengambil langkah untuk meningkatkan keamanan di wilayah Natuna terutama di Laut Natuna Utara seperti peningkatan pertahanan dan keamanan di wilayah Natuna dengan menambah kapal patroli dan melakukan latihan pasukan TNI serta meningkatkan fasilitas keamanan di Natuna.

Perairan LCS merupakan laut semi tertutup yang dikelilingi oleh beberapa negara yang terhubung dalam laut teritorial dan ZEE sesuai dengan Hukum laut internasional (UNCLOS) 1982. Dalam hal ini, UNCLOS 1982 adalah landasan penyelesaian sengketa LCS, namun disadari penyelesaian lewat metode ini bukanlah hal yang mudah, karena menyangkut prinsip kedaulatan masing-masing negara yang bertikai dalam konflik ini. Untuk itu diperlukannya komitmen yang kuat tentang pentingnya penyelesaian masalah sengketa. Dalam upaya mewujudkan perdamaian di kawasan tersebut, perlu ditekankan bahwa setiap negara harus menghormati hukum internasional dan mencegah rivalitas kekuasaan antar negara di kawasan Laut China Selatan. Penerapan Declaration of Conduct harus dilakukan secara efektif dan untuk mencegah ketegangan di kawasan tersebut, semua pihak yang terlibat dalam konflik harus menghentikan setiap kegiatan yang dapat memicu ketegangan.

Pemerintah indonesia berharap lebih intensif lagi memperketat penjagaan di kawasan perbatasan, seperti perairan Natuna. Hal ini dilakukan sebagai bentuk upaya pemerintah dalam mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Adanya kebijakan pertahanan dan keamanan pemerintah dalam upaya merespons berbagai konflik di kawasan Laut China Selatan yaitu dengan meningkatkan anggaran untuk revitalisasi dan penambah alutsista terutama dalam pembelian pesawat dan kapal serta persenjataan, guna menjangkau kawasan perbatasan di Natuna agar pengelolaan laut lebih baik dan memastikan keberlanjutan dan keamanan di wilayah tersebut.

Referensi:

Itasari, Endah Rantau, and Dewa Gede Sudika Mangku. Elaborasi Urgensi dan Konsekuensi atas Kebijakan ASEAN dalam Memelihara Stabilitas Kawasan di Laut China Selatan Secara Kolektif, vol. 2, 2020, pp. 147-148. Accessed 29 Mei 2024.

Nurdiansyah, Dickry Rizanny. Analisis Konflik Sengketa Kepemilikan Laut China Selatan Terhadap Kepentingan Nasional Indonesia, 2024. Accessed 30 Mei 2024.

Pratiwi, Yashinta. “Illegal Fishing di Laut Natuna Utara oleh Nelayan Tiongkok Pada Tahun 2016-2017.” 2019. Accessed 29 Mei 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun