Mohon tunggu...
Juliastri Sn
Juliastri Sn Mohon Tunggu... Administrasi - MomBloggerPreneur, Content Creator and Podcaster at Laughing with Juliastri Sn

Seorang yang aktif, dinamis dan menyukai hal-hal yang baru, unik dan berbeda dari yang sudah ada. Seorang pemimpi tingkat tinggi, pengkhayal dan suka berangan-angan yang kadang sulit diterjemahkan oleh logika.. Buat yang ingin mengenal saya lebih jauh, silakan kunjungi blog saya : https://juliastrisn.com https://angananganku.blogspot.com https://ourhobbiesblog.blogspot.com https://bisnisnekad.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bapakku is Super Dad

17 Januari 2010   06:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:25 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“Nduk, menjadi seorang perempuan itu harus punya kepribadian yang kuat, jangan hanya mengandalkan kecantikan saja, tapi otak harus berisi, cerdas supaya tidak gampang dibodohi, apalagi oleh laki-laki.” Nasihat dari mendiang ayahku terngiang-ngiang di telinga. Kala itu aku masih duduk di bangku kelas lima SD. Belum begitu paham apa maksud dari perkataan ayah.

Sekarang, aku tercenung mencoba menyelami apa maksud dari nasihat ayah. Kecantikan, mungkin adalah suatu keharusan atau tuntutan yang harus dipenuhi seorang perempuan. Sedangkan kecerdasan adalah suatu anugerah yang harus selalu diasah dan tak pernah berhenti untuk selalu di upgrade dengan belajar.

Aku ingat, ada sedikit kekhawatiran yang tersirat di mata ayah, ketika aku masih kelas 3 SMP ada seorang laki-laki yang jauh lebih tua dari aku mulai berani ngapel ke rumah. Tak banyak kata yang terlontar dari bibir ayah, hanya seucap kata, “Hati-hati.” Aku manggut-manggut. Umur sebelia itu, gejolak masa puber dan rasa ingin tahu yang besar mungkin tak mampu meredam hasrat yang memuncah.

Namun sebuah kata ‘hati-hati’ cukup ampuh membentengi kehormatan dan harga diriku. Dan aku selamat, ketika laki-laki itu mulai berani kurang ajar dalam memaknai kata cinta. Aku berani berkata ‘tidak’ dan segera memutuskan hubunganku dengan laki-laki itu. Aku bukan bunga yang sedang mekar yang ingin cepat-cepat dihisap madunya. Aku sedang bertumbuh, menyeleksi kumbang-kumbang yang benar-benar bisa menjaga kualitas maduku. Menjadikannya madu murni yang berkualitas tinggi. Bukan memporak-porandakannya untuk kemudian mencampakkanku begitu saja. Hedonisme dan petualangan cinta yang dikultuskan. Bukan seperti itu.

Ayah dimataku adalah seseorang yang bijaksana, pekerja keras, jujur dan sangat protect terhadap anak-anaknya. Ayah selalu mengajarkan tentang kebenaran dan realitas kehidupan yang sesungguhnya. Meskipun ayah tidak pernah bisa memanjakan anak-anaknya dengan limpahan materi. Hidup bersahaja walau kadang penuh dengan kekurangan. Tapi kami sekeluarga bisa merasakan kedamaian, dan kebahagiaan dalam kebersamaan.

Dalam kekurangan, ayah masih mengajarkan anak anaknya tentang arti berbagi, tolong menolong dan memaknai rasa syukur. Semua yang telah diberikan oleh Tuhan adalah anugerah yang harus selalu disyukuri. Jangan pernah khawatir akan hari esok karena didepan sana telah terbentang semua apa yang kita impikan bila kita telah mulai merancangnya dari hari ini. Lihatlah burung-burung di udara yang bebas terbang tinggi di angkasa, bertegur sapa dengan alam dan menikmati indahnya alam ciptaan-Nya serta tidak pernah kekurangan. Semua telah disediakan oleh-Nya. Siapa yang menabur, dia akan menuai.

Ayah selalu memberi teladan bagi anak-anaknya. Tak pernah dia mengeluh sekalipun beban hidup yang sangat berat, menghidupi istri dan kelima anak-anaknya. Ayah tetap semangat menggenjot sepeda tuanya berkeliling menyewakan buku-buku dan komik-komik bacaan. Senyumnya tak pernah lepas dari bibirnya sekalipun lelah menderanya. Kehadirannya senantiasa ditunggu para langganannya yang setia menyewa buku-bukunya. Bahkan dengan ketulusannya, banyak yang simpati kepada ayah dan memberikan bantuan tanpa pernah ayah memintanya.

Sampai-sampai ada pasangan suami istri yang ingin belajar tentang agama yang dianut ayah hanya karena melihat cara pandang ayah dalam menyikapi kehidupan. Tanpa pernah ayah menawarkannya. Dan itu semua, di luar kehendak ayah. Yang pasti ayah hanya berusaha menjadi apa adanya tanpa harus menjadi seseorang yang kaya raya, banyak uang, kekuasaan, jika semua harus didapatkan dengan cara tidak hormat. Merampas hak-hak orang lain. Ayah tidak silau dengan segala iming-iming yang hanya akan membuatnya terlena dengan cara tidak halal. Ayah sangat takut akan Tuhan. Sehari-harinya tidak pernah lepas dari doa dan berusaha. Ayah cukup puas dengan hidup apa adanya dan nrimo.

Ayah tak pernah malu dengan statusnya walaupun kadang ada beberapa orang yang beranggapan bahwa hidup ayah begitu-begitu saja, tidak berkembang, tidak bisa cari uang dan anggapan sinis lainnya. Ayah tak pernah menghiraukan semua anggapan sinis itu. Selama ayah tidak merepotkan mereka, tidak minta makan mereka, biarlah semuanya berlalu. Ayah tetap berbuat baik kepada semua orang, menebar senyum dan melayani dengan ketulusan hati. Ayah selalu berjuang keras, meskipun usaha kerasnya kadang tidak bisa menutup kebutuhan hidup yang mahal.

Saat aku kelas 2 SD, aku diumumkan menjadi juara kelas. Betapa bangganya aku saat itu, tak terkecuali ayah. Namun aku sedikit kecewa ketika Ibu Guru tak memperkenankanku membawa pulang buku raport. Aku hanya boleh melihat nilaiku di sekolah karena aku masih nunggak SPP 2 bulan. Ayah merasa sangat bersalah atas peristiwa ini,”Maafkan Ayah belum bisa memenuhi kewajiban bayar SPP, usaha Ayah masih kurang keras,” aku berkaca-kaca.

Ayah sudah bekerja sangat keras, tapi uang yang didapat tidak pernah bisa maksimal. Hanya cukup untuk makan sehari-hari itupun dengan lauk yang seadanya. Semua beban keluarga ada di pundak ayah. Kami anak-anaknya yang masih kecil tidak boleh ikut menanggung beban dengan bekerja, kami harus sekolah yang baik dan belajar yang rajin. Dan bersyukur pada Tuhan, prestasi sekolahku dan kakak-kakakku cukup diperhitungkan di sekolah. Dan yang lebih bersyukur lagi, aku mendapatkan beasiswa karena prestasiku, dari SD sampai kuliah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun