Langit senja di atas desa Lembah Biru terlihat seperti kanvas yang dicat dengan warna-warna keemasan dan merah jingga. Angin sore berhembus lembut, membawa aroma tanah basah yang tersisa dari hujan pagi tadi. Di antara suara gemericik air sungai, seorang anak laki-laki bernama Arman duduk di tepi ladang, menatap jauh ke arah horizon.
Arman bukanlah anak yang penuh dengan tawa atau ceria. Setiap hari ia berjuang melawan rasa putus asa, sebuah perasaan yang tumbuh sejak kepergian orang tuanya setahun lalu. Di usia yang masih belia, Arman harus belajar menerima kenyataan bahwa hidup tidak selalu memberi kebahagiaan. Namun di balik setiap penderitaan, ia masih menyimpan sesuatu---sepotong harapan yang selalu ia genggam erat di dalam hati.
Suatu sore, ketika Arman sedang beristirahat di bawah pohon besar, seorang kakek tua datang menghampirinya. Kakek itu membawa seikat ranting dan tersenyum kecil. "Kenapa kau duduk di sini sendirian, nak?" tanya kakek tersebut dengan lembut.
Arman menunduk, mencoba menyembunyikan kesedihannya. "Aku hanya suka melihat langit senja, Kakek. Rasanya damai."
Kakek itu duduk di samping Arman dan memandang ke langit. "Senja selalu indah, karena itu adalah peralihan antara siang dan malam. Seperti hidup, yang kadang terang, kadang gelap. Tapi di antaranya, selalu ada harapan."
Arman menatap kakek itu. "Harapan?"
"Ya, harapan. Kadang-kadang, hidup hanya memberi kita sedikit harapan, sepotong kecil. Tapi itu cukup untuk membuat kita bertahan," jelas sang kakek sambil menyelipkan satu ranting ke dalam ikatannya.
Arman merenung. Selama ini, ia merasa seolah harapannya hanya sekecil sebutir debu, hampir tak terlihat. Tapi ucapan kakek itu membuatnya sadar, bahwa meski kecil, harapan itu tetap ada. Ia mungkin hanya memiliki sepotong harapan, namun itu lebih dari cukup untuk membuatnya bangkit dan melanjutkan hidup.
Malam itu, Arman pulang dengan langkah yang lebih ringan. Ia tahu bahwa masa depannya masih belum pasti, namun satu hal yang pasti: selama ia masih memiliki harapan, sekecil apa pun, ia akan terus berjuang.
Sepotong harapan di hati Arman mungkin kecil, tapi ia tahu bahwa itulah yang akan membimbingnya menuju hari esok yang lebih baik.
Malam semakin larut, dan Arman duduk di depan jendela rumah kecilnya. Di luar, bintang-bintang mulai bermunculan di langit yang gelap. Suara jangkrik dan hembusan angin yang menerobos pepohonan membuat suasana terasa tenang, namun hatinya masih terus bergolak. Harapan yang tadi ia rasakan saat berbicara dengan kakek tua itu masih ada, tetapi seiring dengan kesunyian malam, rasa ragu mulai kembali menghampiri.