Mohon tunggu...
Juliarni Clarisa Rajagukguk
Juliarni Clarisa Rajagukguk Mohon Tunggu... Penulis - Guru - SMK - Teknik Instalasi Tenaga Listrik

My Artikel : https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/circuit/article/view/14913/7744

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cahaya di Tengah Hujan

21 September 2024   19:54 Diperbarui: 21 September 2024   20:00 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah desa terpencil, hujan turun deras tanpa henti selama berminggu-minggu. Sungai-sungai meluap, sawah-sawah terendam, dan langit selalu kelabu. Namun, di tengah bencana itu, ada satu hal yang membuat orang-orang tetap bertahan: Cahaya. Cahaya itu bukan dari matahari, melainkan dari lentera tua yang ada di rumah milik Pak Burhan.

Pak Burhan adalah seorang pria tua yang dikenal bijaksana. Rumahnya terletak di puncak bukit, dan lentera di depan rumahnya selalu menyala, meskipun hujan turun seharian. Penduduk desa sering datang berkunjung ke rumahnya saat keadaan terasa begitu berat. Bagi mereka, lentera Pak Burhan adalah simbol harapan.

Suatu hari, Devi, seorang gadis remaja, datang berkunjung ke rumah Pak Burhan. Ia merasa sangat putus asa karena keluarganya kehilangan ladang akibat banjir. Di bawah rinai hujan, Devi berdiri di depan rumah Pak Burhan, dengan tubuh gemetar karena kedinginan. Tanpa ragu, Pak Burhan mempersilakannya masuk.

"Kenapa kau datang ke sini, Nak?" tanya Pak Burhan lembut, sambil menyodorkan secangkir teh hangat.

"Aku tidak tahu harus ke mana lagi, Pak. Semua yang kumiliki sudah hilang," jawab Devi, matanya penuh air mata.

Pak Burhan tersenyum. "Di tengah kegelapan dan hujan, selalu ada cahaya. Kau mungkin tidak bisa melihatnya sekarang, tapi itu ada. Sama seperti lentera ini, harapanmu akan terus bersinar meskipun terasa gelap."

Devi terdiam. Kata-kata itu menembus hatinya. Sejenak, ia memandang lentera tua di sudut ruangan yang terus berkelap-kelip.

"Mungkin benar, aku harus percaya bahwa badai ini akan berlalu," gumam Devi pada dirinya sendiri.

Malam itu, Devi pulang dengan perasaan sedikit lebih tenang. Lentera Pak Burhan tetap menyala, dan cahaya dari rumah di atas bukit itu seolah mengiringinya kembali. Meski hujan belum berhenti, Devi mulai melihat bahwa harapan selalu ada, seperti cahaya yang tak pernah padam di tengah badai.

Terkadang, yang kita butuhkan hanyalah sedikit cahaya untuk menemukan jalan keluar dari kegelapan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun