Di sebuah apartemen kecil di tengah kota, Dewi duduk di sudut kamar, matanya terpaku pada layar ponselnya. Suara notifikasi tadi mengganggunya dari pekerjaan yang sedang dia lakukan. Pukul 12.00 siang, matahari sudah tinggi di langit, menerobos melalui tirai jendela dan menerangi ruangan dengan cahaya hangat.
Dewi mendesah ringan sebelum membuka aplikasi dating itu. Sebenarnya, dia tidak terlalu aktif di sana. Kadang-kadang dia hanya membuka aplikasi itu untuk sekadar melihat siapa yang tertarik, tetapi jarang ada yang membuatnya ingin memulai percakapan. Namun, pesan dari Cowell berbeda. Singkat, manis, dan mengesankan. "Senyumanmu sangat indah. Boleh kita kenalan?"
Cowell. Nama yang aneh, pikir Dewi. Tapi entah kenapa, pesan itu membuatnya tersenyum. Berkenalan dengan seseorang baru, meskipun secara daring, mungkin bisa menjadi pelarian yang dia butuhkan.
Tapi Dewi bukan perempuan yang gegabah. Dia tidak pernah mudah terpesona hanya dengan kata-kata manis. Banyak pria yang hanya menilai seseorang dari fisik, namun yang dia cari adalah seseorang yang bisa membawanya keluar dari rutinitas, yang bisa membuatnya merasa hidup, bukan hanya seseorang yang memuji kecantikan luar.
Dewi menatap pesan itu beberapa saat, jari-jarinya bermain di atas layar ponsel, ragu untuk membalas. Dia merasa sedikit jengah, meski ada rasa penasaran yang muncul. Akhirnya, dia mengetik balasan singkat, "Terima kasih. Apa yang membuatmu ingin kenalan denganku?"
Pesan itu terkirim, dan seketika perasaan gugup menyergapnya. Dewi merasa aneh, seperti sedang menunggu jawaban yang entah kenapa begitu penting. Namun, dia tidak perlu menunggu lama. Dalam hitungan menit, notifikasi kembali berbunyi.
"Sejujurnya, ada sesuatu tentang dirimu yang menarik perhatian. Sulit dijelaskan, mungkin caramu tersenyum atau tatapan matamu. Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu."
Dewi tersenyum kecil membaca balasan itu. Dia merasa tersanjung, meskipun sedikit skeptis. "Oke, Cowell," gumamnya, "Mari kita lihat seberapa jauh ini bisa berjalan."
Percakapan berlanjut sepanjang hari. Mereka berbicara tentang hobi, pekerjaan, dan mimpi. Dewi baru tahu bahwa Cowell adalah seorang penulis lepas yang suka traveling. Hal ini membuatnya semakin tertarik. Cowell tampak penuh semangat ketika berbicara tentang tempat-tempat yang pernah dia kunjungi dan cerita-cerita yang dia kumpulkan sepanjang perjalanan. Dewi merasa ada sesuatu yang menyala dalam dirinya, semacam rasa ingin tahu yang lama terpendam.
Seiring percakapan mereka yang semakin dalam, Dewi mulai merasakan bahwa Cowell bukan hanya sekadar pria tampan dengan kata-kata manis.Cowell berbicara tentang pentingnya menemukan kebahagiaan sejati, yang tidak tergantung pada penampilan atau status, tetapi lebih pada bagaimana kita menjalani hidup dan mengejar apa yang kita cintai.
Saat itu sudah malam ketika Dewi sadar bahwa dia telah menghabiskan hampir sepanjang hari berbicara dengan Cowell. Dia merasa sedikit lelah, tapi ada perasaan hangat yang mengisi hatinya, sesuatu yang sudah lama tidak dia rasakan. Sebelum menutup hari, Cowell mengirim pesan terakhir, "Aku tahu ini mungkin terlalu cepat, tapi aku merasa ada koneksi di antara kita. Bagaimana menurutmu?"