Mohon tunggu...
Juliarni Clarisa Rajagukguk
Juliarni Clarisa Rajagukguk Mohon Tunggu... Penulis - Guru - SMK - Teknik Instalasi Tenaga Listrik

My Artikel : https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/circuit/article/view/14913/7744

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Takdir yang Membawaku Kepadamu

4 September 2024   17:20 Diperbarui: 4 September 2024   17:22 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah apartemen kecil di tengah kota, Dewi duduk di sudut kamar, matanya terpaku pada layar ponselnya. Suara notifikasi tadi mengganggunya dari pekerjaan yang sedang dia lakukan. Pukul 12.00 siang, matahari sudah tinggi di langit, menerobos melalui tirai jendela dan menerangi ruangan dengan cahaya hangat.

Dewi mendesah ringan sebelum membuka aplikasi dating itu. Sebenarnya, dia tidak terlalu aktif di sana. Kadang-kadang dia hanya membuka aplikasi itu untuk sekadar melihat siapa yang tertarik, tetapi jarang ada yang membuatnya ingin memulai percakapan. Namun, pesan dari Cowell berbeda. Singkat, manis, dan mengesankan. "Senyumanmu sangat indah. Boleh kita kenalan?"

Cowell. Nama yang aneh, pikir Dewi. Tapi entah kenapa, pesan itu membuatnya tersenyum.  Berkenalan dengan seseorang baru, meskipun secara daring, mungkin bisa menjadi pelarian yang dia butuhkan.

Tapi Dewi bukan perempuan yang gegabah. Dia tidak pernah mudah terpesona hanya dengan kata-kata manis. Banyak pria yang hanya menilai seseorang dari fisik, namun yang dia cari adalah seseorang yang bisa membawanya keluar dari rutinitas, yang bisa membuatnya merasa hidup, bukan hanya seseorang yang memuji kecantikan luar.

Dewi menatap pesan itu beberapa saat, jari-jarinya bermain di atas layar ponsel, ragu untuk membalas. Dia merasa sedikit jengah, meski ada rasa penasaran yang muncul. Akhirnya, dia mengetik balasan singkat, "Terima kasih. Apa yang membuatmu ingin kenalan denganku?"

Pesan itu terkirim, dan seketika perasaan gugup menyergapnya. Dewi merasa aneh, seperti sedang menunggu jawaban yang entah kenapa begitu penting. Namun, dia tidak perlu menunggu lama. Dalam hitungan menit, notifikasi kembali berbunyi.

"Sejujurnya, ada sesuatu tentang dirimu yang menarik perhatian. Sulit dijelaskan, mungkin caramu tersenyum atau tatapan matamu. Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu."

Dewi tersenyum kecil membaca balasan itu. Dia merasa tersanjung, meskipun sedikit skeptis. "Oke, Cowell," gumamnya, "Mari kita lihat seberapa jauh ini bisa berjalan."

Percakapan berlanjut sepanjang hari. Mereka berbicara tentang hobi, pekerjaan, dan mimpi. Dewi baru tahu bahwa Cowell adalah seorang penulis lepas yang suka traveling. Hal ini membuatnya semakin tertarik. Cowell tampak penuh semangat ketika berbicara tentang tempat-tempat yang pernah dia kunjungi dan cerita-cerita yang dia kumpulkan sepanjang perjalanan. Dewi merasa ada sesuatu yang menyala dalam dirinya, semacam rasa ingin tahu yang lama terpendam.

Seiring percakapan mereka yang semakin dalam, Dewi mulai merasakan bahwa Cowell bukan hanya sekadar pria tampan dengan kata-kata manis.Cowell berbicara tentang pentingnya menemukan kebahagiaan sejati, yang tidak tergantung pada penampilan atau status, tetapi lebih pada bagaimana kita menjalani hidup dan mengejar apa yang kita cintai.

Saat itu sudah malam ketika Dewi sadar bahwa dia telah menghabiskan hampir sepanjang hari berbicara dengan Cowell. Dia merasa sedikit lelah, tapi ada perasaan hangat yang mengisi hatinya, sesuatu yang sudah lama tidak dia rasakan. Sebelum menutup hari, Cowell mengirim pesan terakhir, "Aku tahu ini mungkin terlalu cepat, tapi aku merasa ada koneksi di antara kita. Bagaimana menurutmu?"

Dewi merenung sejenak sebelum menjawab. Ada sesuatu tentang Cowell yang membuatnya merasa nyaman, seolah mereka telah saling mengenal lebih lama dari waktu yang sebenarnya. Tapi di sisi lain, dia masih merasa perlu untuk berhati-hati. "Aku juga merasakannya," balasnya jujur, "Tapi kita tetap harus berjalan perlahan, ya?"

Cowell mengerti dan setuju. Hari itu berakhir dengan Dewi merasa lebih ringan, lebih bersemangat menatap hari esok. Dia menutup matanya dengan senyum di wajahnya, berharap bahwa percakapan ini bisa menjadi awal dari sesuatu yang indah.

Hari-hari berikutnya Dewi dan Cowell semakin akrab. Setiap hari mereka saling bertukar cerita, bercanda, dan berbicara tentang mimpi-mimpi yang mungkin terlalu besar untuk dicapai. Cowell mendorong Dewi untuk mengejar mimpinya, untuk tidak hanya terjebak dalam rutinitas, dan untuk tidak takut mengambil risiko.

"Aku percaya," tulis Cowell suatu hari, "bahwa hidup ini adalah tentang mengambil kesempatan, keluar dari zona nyaman, dan mengejar apa yang kita inginkan. Terkadang kita gagal, tapi dari kegagalan itulah kita belajar. Yang penting adalah kita berani mencoba."

Kata-kata Cowell terus terngiang dalam pikiran Dewi. Di satu sisi, dia merasa terinspirasi, tetapi di sisi lain, dia masih ragu. Apakah dia benar-benar berani untuk keluar dari rutinitasnya? Apakah dia bisa meninggalkan kenyamanan yang selama ini dia bangun untuk sesuatu yang belum pasti?

Namun, satu hal yang pasti, Cowell telah mengubah cara pandangnya tentang hidup. Dia mulai berpikir untuk mengambil cuti panjang dan pergi ke tempat yang belum pernah dia kunjungi. Mungkin Bali, atau Yogyakarta, atau bahkan luar negeri.

Mereka terus berbicara tentang kemungkinan bertemu di dunia nyata. Cowell tinggal di kota lain, tetapi dia tidak keberatan untuk datang ke tempat Dewi. Mereka berencana untuk bertemu di suatu kafe kecil di pusat kota, tempat yang nyaman dan tidak terlalu ramai. Dewi merasakan jantungnya berdegup kencang setiap kali mereka membicarakan pertemuan itu. Di satu sisi, dia sangat menantikannya, tetapi di sisi lain, ada kekhawatiran yang terus mengganggu pikirannya.

Saat hari pertemuan semakin dekat, Dewi merasa campur aduk. Dia sudah lama tidak merasa tertarik pada seseorang seperti ini. Tapi, ada juga ketakutan kalau semua ini hanya akan berakhir dengan kekecewaan. Bagaimana jika Cowell ternyata tidak seperti yang dia bayangkan?

Pada pagi hari pertemuan mereka, Dewi duduk di depan cermin, mengenakan gaun terbaiknya dan merapikan rambutnya. Dia berusaha untuk tidak terlalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk. "Nikmati saja momen ini," katanya pada diri sendiri, "Ini adalah bagian dari petualangan."

Dia tiba di kafe lebih awal. Tempat itu tenang, dengan dekorasi yang sederhana namun nyaman. Dewi memilih duduk di dekat jendela, memesan secangkir kopi untuk menenangkan sarafnya yang tegang. Waktu terasa berjalan lambat, dan setiap detik terasa seperti menit.

Ketika pintu kafe akhirnya terbuka, Dewi mendongak dan melihat Cowell masuk. Dia mengenakan jaket kulit hitam dan jeans, tampak kasual tapi menarik. Mata mereka bertemu, dan Dewi merasa napasnya terhenti sesaat. Cowell tersenyum, senyum yang sama seperti yang dia lihat di foto profilnya.

Cowell berjalan ke arahnya, dan untuk beberapa detik, Dewi merasakan dunia seolah berhenti. Semua kekhawatiran yang dia rasakan sebelumnya menghilang, digantikan oleh perasaan hangat yang aneh namun menyenangkan. Cowell duduk di hadapannya dan berkata, "Aku senang akhirnya kita bisa bertemu."

Percakapan mereka mengalir seperti biasa, seolah mereka sudah lama saling mengenal. Cowell adalah orang yang persis seperti yang Dewi bayangkan---seseorang yang penuh petualangan, tetapi juga memiliki kedalaman dan pemahaman tentang hidup.

Pertemuan itu berakhir dengan janji untuk bertemu lagi. Cowell harus kembali ke kota asalnya, tapi mereka berjanji untuk tetap berhubungan dan merencanakan pertemuan berikutnya.

Setelah pertemuan itu, mereka terus berbicara dan merencanakan perjalanan bersama. Dewi akhirnya memberanikan diri untuk mengambil cuti panjang dan memulai petualangan yang selama ini dia impikan.

Mereka menjelajahi tempat-tempat baru, bertemu dengan orang-orang baru, dan menemukan makna baru dalam hidup mereka.

Dalam perjalanan mereka, Dewi menyadari bahwa hidup memang bukan tentang mencari kesempurnaan, melainkan tentang menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan.

Dewi dan Cowell menikmati setiap momen mereka bersama. Setiap perjalanan baru, setiap tempat yang mereka kunjungi, membawa mereka lebih dekat satu sama lain. Mereka saling berbagi pengalaman, belajar dari satu sama lain, dan menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan.

Dalam salah satu perjalanan mereka ke sebuah desa kecil di lereng gunung, Dewi merasa terinspirasi oleh kehidupan sederhana para penduduk desa. Mereka tinggal di rumah-rumah yang tidak sempurna, bekerja keras dari pagi hingga malam, tetapi mereka selalu memiliki senyuman di wajah mereka. Cowell dan Dewi menghabiskan waktu membantu mereka dengan pekerjaan sehari-hari, dan dalam prosesnya, Dewi merasa terhubung dengan sesuatu yang lebih dalam dari dirinya.

Saat mereka duduk di luar rumah di malam hari, menikmati pemandangan bintang yang bersinar terang, Dewi berkata kepada Cowell, "Aku tidak pernah tahu betapa indahnya hidup yang sederhana ini. Aku rasa aku selalu terlalu fokus pada apa yang kurang dalam hidupku, bukan pada apa yang sudah aku miliki."

Cowell menatapnya dengan lembut, "Kadang-kadang kita perlu keluar dari rutinitas kita untuk benar-benar melihat keindahan yang ada di sekitar kita. Dan kadang-kadang, keindahan itu ada dalam hal-hal yang paling sederhana."

Meskipun kehidupan mereka tidak selalu sempurna, Dewi tahu bahwa bersama Cowell, dia telah menemukan sesuatu yang jauh lebih berharga---sebuah perjalanan yang penuh warna, penuh cinta, dan penuh keindahan dalam setiap ketidaksempurnaan.

My Biodata :

Sering di Panggil Bu Julia, Lulusan S1 Pendidikan Vokasional Teknik Elektro, Penulis Artikel Ilmiah di Circuit Jurnal Sinta 4 Kemenristekdikti. Guru Teknik Listrik di SMK, Beberapa penghargaan pernah di bidang Essai pernah di raih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun