Mohon tunggu...
Juli
Juli Mohon Tunggu... -

perempuan biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Catatan Mati Lampu

7 Februari 2016   03:52 Diperbarui: 7 Februari 2016   03:57 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Deretan angka dan huruf itu seperti  menari. Naik turun meliuk..kiri..kanan seiring irama lagu yang terdengar di kupingku. Aku coba mengerjapkan mata berkali kali agar mereka berhenti meliuk. Tak berhasil. Mata ini makin tak kuasa terbuka meski telah ku paksa. Dan kepalaku pun jadi sedikit pusing melihat liukan angka dan huruf yang makin tak menentu. Kurang tidur.

   Belakangan ini malam malam ku berubah jadi momok . Tak bersahabat. Malam tak lagi menjadi waktu yang  paling tepat untuk beristirahat. Memejamkan mata dan tidur bukan lagi aktivitas yang mudah ku lakukan. Yah..malam ku berubah menjadi ajang tanya jawab dalam hati.  Tanya jawab  yang tak berkesudahan, berawal tapi tak berujung.Melelahkan. Menguras emosi. Menjengkelkan. Bahkan sering pula membuat mataku sembab dan bengkak saat  terbangun dari tidur yang aku perjuangkan dengan susah payah dan cuma bisa sebentar itu.

   Angka dan huruf berhenti menari.Monitor mati. Ahh..mati lampu rupanya.

   Menguap..aduh benar benar pengen kupejamkan mata sebentar saja .Terpejam. Dan dinginnya cuaca hari ini mendukungku untuk lebih nyaman terpejam. Dan mulai sejuta pertanyaan pun muncul. Tentang benar dan salah. Tentang cinta dan pengkhianatan. Tentang  sakit hati dan memaafkan. Tentang hitam dan putih atau abu abu. Yah aku tahu, keputusan yang aku sambil salah menurut sebagian orang. Tapi jika aku balikkan keadaan dan menempatkan mereka diposisiku, dan aku bertanya keputusan apa yang hendak mereka ambil.,tak satu kata berarti keluar dari bibir mereka. Diam. Ngeles .Lalu mengalihkan pembicaraan. Atau bahkan langsung menyudahi pembicaraan dan angkat kaki secepat mungkin yang dia dapat lakukan. Hanya bisa menghakimi. Tak memberi  jawaban yang memuaskanku. Makin tak menentu saja rasanya.

   Ingin sekali lagi aku duduk dan berbicara pada sesesorang.  Tapi aku engan mencobanya lagi. Mereka gak akan pernah tahu yang aku rasa. Mereka hanya bisa bicara berdasarkan pengetahuan benar salah yang mereka tahu. Tak peduli dengan perasaanku. Mereka gak pernah tahu bagaimana keras usahaku untuk bertahan. Dari sakit hati karena  sejuta kebohongan yang terucap manis. Dan mereka juga gak pernah mengerti berapa lama aku berusaha bersabar dan menerima hal hal yang aku gak bisa terima sebelumnya. Andai mereka bisa mengerti.

  “ mba…” suara cempreng membuatku kaget. “ Udah nyala mba lampunya..” lanjutnya sambil tersenyum  dan kemudian berlalu keluar dari ruanganku. “Ya..”Sahutku sambil membuka mata dan langsung membalas senyum   sebelum dia menghilang dari ruanganku. Andaiaku bisa melihat senyum di wajahku saat itu pasti terlihat amat terpaksa dan aneh. Yah..namanya juga senyum basa basi. Dan aku tarik kembali setumpuk nota dari meja sebelah untuk aku kerjakan. Ku nyalakan kembali PC dan monitor di hadapanku.Dan rutinitas pun berlanjut.

    

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun