Mohon tunggu...
Julianto Simanjuntak
Julianto Simanjuntak Mohon Tunggu... profesional -

.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Artikel Utama

Reparenting, Mengapa Penting?

18 November 2011   03:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:31 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

[caption id="attachment_142984" align="aligncenter" width="635" caption="Ill. Google"][/caption] Julianto Simanjuntak Kasus Bobby, dibesarkan ayahnya yang  sangat kaku dan keras. Sang Ayah  kerap menganiaya keempat anaknya, termasuk Bobby. Anak-anak dipukul hingga berdarah. Tak heran, dua anak putrinya pernah mencoba bunuh diri. Karena gagal, mereka melarikan diri dari rumah. Lain hal dengan  Bobby. Ia  justru berusaha bertahan di rumah dan mencoba mengambil hati ayahnya. Bobby mengambil kuliah yang dikehendaki Ayahnya. Dia menekan semua rasa sakitnya terhadap ayahBeberapa tahun setelah itu, Bobby menelpon konselornya dan berkata, ”Saya gay, dan saya suka berhubungan dengan sembarangan orang." Pengasuhan Ortu yang “Sakit” Sebagai terapis kesehatan mental penulis melihat pohon keluarga menjadi salah satu sumber masalah pernikahan dan kesehatan mental individu. Pernikahan dan pribadi yang retak bisa dihasilkan oleh pohon keluarga yang busuk. Tontonan perilaku sesehari sang Ayah dan ibu, emosi dan komunikasi mereka sebagai suami istri seperti film yang suka atau tidak menjadi tontonan wajib. Jika relasi ayah dan ibu sehat, dan becus ngurus anak maka relatif jiwa kita tumbuh sehat. Perhatikan satu contoh hasil survey berikut ini: Hasil penelitian Universitas  Harvard  tentang Perkembangan Orang Dewasa.  Ini penelitian terlama di bidang kesehatan fisik dan mental. Respondennya adalah lulusan Harvard yang lahir sekitar tahun 1920-an.  Yang diteliti termasuk semua keadaan emosi, fisik, mental dan sosial selama lebih dari 60 tahun.  Juga dicatat mengenai masa kecil mereka. Bagaimana kondisi anak yang dibesarkan dengan kasih sayang dan tanpa kasih sayang dimasa dewasanya Dengan atau Tanpa Kasih Sayang Mereka yang dibesarkan tanpa kasih sayang, ditemukan lima kali lebih banyak yang menderita gangguan kesehatan jiwa, termasuk depresi dan kecanduan obat-obatan.Cenderung memilih hidup menyendiri, memisahkan diri dari persahabatan. Lalu tiga kali lebih banyak meninggal sebelum usia tujuh puluh lima tahun dibandingkan dengan mereka yang punya masa-kecil-bahagia. Ironisnya mereka meninggal karena perilaku tidak sehat, termasuk karena bunuh diri. Sebaliknya…… Mereka yang dibesarkan dengan kasih sayang dan bahagia di masa kecil umumnya terlindung dari depresi, adiksi serta gangguan  mental lainnya.  Kehidupan mereka lebih kaya dengan hubungan (relasi)  dan sukacita. Selain itu ditemukan mereka lima kali lebih suka melakukan olahraga yang sifatnya bersaing, bermain-main dengan teman, dan berlibur. Mereka lebih mampu menyeimbangkan tugas dan kewajiban dengan melakukan rekreasi yang menyenangkan. Ditemukan juga mereka suka  menjalin dan membangun hubungan serta mendapat sukacita dari relasi itu Reparenting & Konseling Dalam pelayanan konseling kepada pasutri  bermasalah, banyak di antara mereka   mengalami  trauma hebat pada masa kecil, khususnya karena tidak punya figur ayah/ ibu yang sehat.  Kondisi ini membuat mereka sulit untuk membangun hubungan dengan pasangan. Di samping itu, tanpa disadari kebiasaan buruk dari generasi di atas, menurun ke anak (yang sekarang sudah membentuk keluarga sendiri).  Kepribadian anak dibengkokkan oleh kebiasaan orangtua yang membuat mereka teraniaya secara fisik dan psikis. Akhirnya buah yang dihasilkan dari keluarga seperti ayah Bobby adalah buah yang rusak dan retak. Saya mengumpamakanna denan gelas cinta. Mereka yang diasuh dengan kasih sayang, selalu ada yang bisa dibagi dalam relasi. Tapi yang tanpa kasih sayang, gelasnya kecil dan bocor pula, sehingga hidupnya selalu merasa tidak cukup. Apakah gelas cinta Anda penuh, atau kosong? Untuk mengubah kebiasaan dan kepribadian buruk ternyata tidak mudah.  Ada tiga hal yang biasanya kami sarankan: Konseling, training dan reparenting Pertama, mengikuti konseling pribadi dengan konselor atau psikolg profesional, guna mengubah paradigma dan kebiasaan buruk masa lalu. Kadang dibutuhkan terapi kelompok, yakni saling membantu di antara beberapa orang dengan masalah yang sama. Kedua, lewat pelatihan atau training. Bisa dengan  belajar formal (kuliah), atau  menghadiri seminar yang bagus.  Bisa juga melalui  bacaan, buku konseling dan keluarga yang membangun, yang dapat memberikan kesadaran dan contoh baru. Ketiga, mencari figur yang bisa memberikan teladan menjadi seorang ayah/ibu yang baik. Kami menyebutnya dengan reparenting. Reparenting adalah  mengolah-ulang pengalaman keorangtuaan kita dulu yang buruk.  Caranya adalah bergaul akrab dengan orang tertentu yang menjadi contoh ayah/ibu yang baik. Orang ini memberi contoh langsung kepada kita mengenai apa dan bagaimana orangtua yang baik. Mereka menjadi “pemeran pengganti” ayah dan ibu kita. Perhatikan contoh kasus pemulihan berikut ini… Pintu-Pintu Pemulihan Bonnie adalah saudara kandung Bobby. Berbeda dengan Bobby, Bonnie lari dari rumah untuk menghindari kekejaman ayahnya. limabelas tahun diperlukan Bonnie untuk mendapatkan kembali pemulihannya. Untuk memulihkan pohon keluarganya, Bonnie dan konselornya melakukan beberapa hal. Bonnie menyadari bahwa  jiwanya haus dan lapar akan cinta dan kasih sayang. Konselornya menolong Bonny membuat daftar heart-warmer (orang-orang yang menghangatkan hatinya). Inilah yang masuk dalam daftar orang-orang yang menghangatkan hatinya: Pertama, ada beberapa  guru di sekolah,  teman-teman, dan seorang pelatih olahraganya. Kedua, dia beruntung boleh pindah dan tinggal di kota kecil dan disana menemukan pekerjaan yang sangat disukainya, atasan yang menolongnya. Ketiga, Bonnie mendapatkan satu keluarga angkat yang dapat memberinya kehangatan dan kasih sayang. Keempat,Bonnie menemukan komunitas orang percaya yang dengan jelas menyatakan kasih Allah, dan  yang menerima dia apa adanya.  Teman yang menunjukkan hidup penuh sukacita dan gairah, sungguh menular kepadanya. Kelima, yang paling menolong adalah Pernikahannya dengan Trevor. Sungguh  memperbaharui hidup Bonnie. Cinta suaminya Trevoryang bisa diandalkan, terbukti menjadi obat manjur bagi semua penganiayaan di masa kecil yang mengerdilkan semangatnya.  Pernikahan yang baik terbukt merupakan obat manjur bagi pemulihan masa lalu kita. Keenam, Bonnie menemukan kasih yang berlimpah-limpah dari keempat anaknya.  Bagi mereka, Bonnie adalah matahari yang menghangatkan dunia karena terus memberikan semangat, perhatian, bimbingan dan sukacita untuk hidup.  Hati anak-anaknya bersukacita menikmati bagaimana ibunya membesarkan mereka. Penutup Ternyata dalam anugerah Tuhan, pohon keluarga yang rusak bisa dipulihkan. Seperti pengalaman penulis  disini Yang penting Anda bersedia memutuskan untuk tidak mengadopsi “buah busuk” dari generasi sebelumnya; kemudian mencangkokkan diri pada pohon yang baru.  Kita harus berani mengambil keputusan untuk menjadi generasi yang menebus. Dalam Buku kami ”Mencinta Hingga Terluka” (Gramedia 2009) kami menegaskan pentingnya membuat sebuah komitmen untuk memperbaiki relasi dalam keluarga.Ambillah dan tegaskan komitmen dalam diri kita, “Berhenti di aku saja.  Saya tidak lagi akan menyiksa diriku sendiri atau membuat orang lain berjalan timpang.”

Keputusan ini seperti memberikan  hadiah tak ternilai bagi diri Anda  sendiri. Ini adalah sebuah warisan berharga bagi anak-anak dan cucu kita. Untuk itu kita perlu mengerahkan semua kekuatan emosi, spiritual. Dengan demikian  anak-anak kita akan makin  baik, terus sampai keturunan selanjutnya.

Menguji "Cinta Palsu" (Bang JS)

(*)

Salam Peduli  Keluarga

Julianto Simanjuntak ||   Kompasiana || Twitter Sumber: Healing Your Family Tree, Beverly Hubble Tauke Mencinta Hingga Terluka (Gramedia, Julianto & Roswitha) Mengubah Pasangan Tanpa Perkataan ( Julianto & Roswitha, Visi Press)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun