Mohon tunggu...
Julianto Simanjuntak
Julianto Simanjuntak Mohon Tunggu... profesional -

.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Faktor Manusiawi Dalam Memilih Teman Hidup

22 Oktober 2011   13:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:38 1440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_137287" align="aligncenter" width="379" caption="Ill. Google"][/caption] By. Julianto Simanjuntak*** Kasus "Nak, kamu harus menikah dengan seorang Dokter, setidaknya perawatlah!". Itu adalah permintaan mama ketika saya mencoba mengenalkan pacarku Mia padanya. Kata mama, supaya nanti ada yang merawat saya dan anak-anak kami. Saya mengenal Mia di kampus, Tetapi sayangnya bukan dari kedokteran atau keperawatan. Kami sama-sama melayani di antara Mahasiswa.  Karena sering bertemu dalam berbagai kepanitiaan, saya jatuh cinta pada Mia. Setahun sebelum lulus adalah saat-saat pengujian cinta kami. Karena sama-sama sibuk, saya minta Mia membuat jadwal pertemuan. Tapi dia menolak. Bahkan terkadang dia menghindari saya, tidak mau saya jemput; sampai-sampai muncul kecurigaan saya, jangan-jangan ada orang ketiga di antara kami. Karena kondisi ini tidak kondusif, sahabat baik kami ikut terlibat. Mereka menganjurkan agar kami tidak terlalu sering bertemu dulu. Apalagi kami sibuk dengan tugas akhir. Ini mempengaruhi emosi kami. Kami memutuskan untuk hanya saling mendoakan satu sama lain. Saya stres juga, dalam kondisi itu Dari kampung ibu tetap  tegas menolak Mia sebagai calon menantu. Dia malah mengenalkan saya dengan teman satu kampung kami yang rupanya baru tamat fakultas kedokteran. Saya sempat ragu, apakah ini rencana Tuhan dalam hidup saya? Ahhh.... Saya terus  berdoa dan mempertimbangkan. Saya merasa sudah lama mengenal Mia. Dia anak  yang baik dalam karakter dan  iman. Dia mengerti beban hati saya di antara mahasiswa. Meski di awal ada kerikil tajam dalam hubungan kami, dalam banyak hal kami merasa cocok dan saling mengerti. Sedangkan calon dari ibu saya tidak begitu saya kenal, walaupun kami sempat sekelas di SMA dulu. Dokter, keren juga. Tapi....tidak ah! Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan di atas,  saya tetap memilih Mia. Saya berusaha menjelaskan baik-baik dengan Mama pilihan ini. Dan..... Pernikahan kami sudah berjalan 20 tahun. Tidak pernah saya menyesal sedikitpun menjadikan Mia ibu dari kedua anak-anak kami. *) Teman Hidup Atau Jodoh Istilah jodoh bagi sebagian orang salah kaprah. Jodoh dipahami (diyakini)  sebagai seseorang yang (otomatis) diberikan Tuhan menjadi teman hidupnya. Jodoh cukup  diminta, nanti dikirim Sang Pencipta. Dikalangan artis kata ini sering diucapkan saat ditanya wartawan, kenapa memilih si X menjadi istri. Biasanya mereka menjawab: " ya sudah jodoh dari Tuhan". Ketika  mengumumkan perceraian, kata itu dipakai juga, "ya, mungkin bukan jodohnya..". Wah gawat benar. Jodoh atau tidak, ditentukan semuanya  oleh yang ngomong. Ada kekeliruan konsep  tentang jodoh. Secara  sempit membuat  usahanya mencari istri atau suami kurang gigih. Dia berpikir toh nanti Tuhan kirimkan. Penulis merasa ada istilah  yang lebih tepat, yakni teman hidup. Sebab sesungguhnya Istri atau suami adalah seseorang yang akan mendampingi kita selama hayat dikandung badan. Selama hidup dia menjadi teman setia kita dalam segala keadaan. Dalam suka atau duka, sehat atau sakit, dalam keadaan cukup atau kurang. Demikian juga setia  saat untung atau malang sampai kematian memisahkan. Dalam pernikahan biasanya ini diucapkan sebagai janji nikah. Karunia dan Usaha Istri adalah kasih karunia. Ya, Salah satu berkat yang paling istimewa adalah istri/ /suami. Pasangan hidup adalah  pemberianNya. Satu sisi wajarlah kita berdoa, mencari wajah Tuhan untuk menemukan teman hidup. Mencari pasangan hidup yang membawa kita mengenal dan lebih dekat dengan Tuhan, membuat kita bertumbuh produktif serta menjadi berkat. Karena ini bukan hal mudah, ada baiknya Anda bersabar saat mengenal dari  dekat pacar  Anda. Mengenal dari dekat orangtuanya. Bertanya kepada sahabat atau kakak rohani anda tentang orang tersebut. Mencari informasi sebanyak mungkin tentang calon anda. Jika perlu mengikuti psikotes  atau tes premarital. Setelah mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya, yakinkan diri Anda apakah orang itu merupakan pasangan yang pas untuk anda. Jangan sampai ada keraguan sedikitpun. Tidak kalah penting mintalah pendapat ortu Anda tentang pacar Anda. Jika banyak yang keberatan dan menyarankan Anda untuk tidak meneruskan hubungan itu, setidaknya menunda. Kesepadanan atau  kecocokan haruslah jadi alasan utama anda menikahi calon Anda. Dengan  Banyak cocok, akan sedikit cekcoknya.  Sebaliknya sedikit cocoknya kalian akan banyak cekcoknya nanti. Faktor Cinta Cinta merupakan faktor manusiawi yang sangat penting. Anda harus mencintai pasangan Anda.  Jangan menikah  hanya sekedar dijodohkan ortu, atau karena perasaan kasihan semata. Juga jangan menikah hanya karena anda sudah kadung hamil (akibat pergaulan yang salah). Ada beberapa faktor manusia yang perlu anda pertimbangkan dalam mencari teman hidup. Pertama. Kondisi fisik. Pertimbangkan jarak  usia, kesehatan fisik (riwayat penyakit), ukuran badan. Jujurlah apakah anda tetarik dengan penampilan calon anda. Apakah anda bisa menikah dengan pria yang jauh lebih muda usianga. Apakah anda berani menikahinya setelah tahu ada orangtuanya punya riwayat penyakit tertentu yang bersifat menular. Kedua latar belakang sosial-ekonomi. Usahakan latar belakang kalian jangan ada gap yang jauh. Uang misalnya masalah sensitif. Status sosial yang tinggi dari pasangan Anda terkadang bisa buat anda minder. Ketiga, perihal pendidikan. Usahakanlah punya pendidikan setara. Jangan sampai anda lulus sarjana, suami anda hanya tamat SMP. Kesenjangan ini bisa membawa hambatan pada keintiman intelektual kalian. Keempat, karakter. Usahakan mengenal sifat  dan kepribadian calon Anda. Terutama mengenali sifat yang buruk, kelemahan kelemahannya. Dengan bantuan alat tes kepribadian, dengan psikolog, Anda bisa dapatkan banyak soal ini. Bayangkan Anda akan tinggal puluhan tahun dengan dia. Jika dia seorang pemarah, sanggupkah anda tinggal dengan dia? Sebab mengubah sifat tidak mudah. Kelima,  soal iman dan cara pandang akan dunia. Usahakan sama tentunya, sebab perbedaan dalam hal inu bisa menimbulkan konflik nantinya dalam pernikahan kalian. Cara pandang sangat mempengaruhi perilaku. Semoga beberapa catatan ini bisa membantu teman-teman yang sedang bergumul menemukan teman hidup bisa mempertimbangkan ulang. Sekali lagi, Anda akan menikah dalam waktu yang lama (seumur hidup). Usahakanlah menikah dengan pasangan yang  sepadan alias banyak cocoknya. Supaya nanti sedikit cekcoknya. Julianto Simanjuntak, Pelikan   || Twitter | Artikel terkait: Banyak Cocok, Sedikit Cekcok bila kadung having sex dengan pacar Telanjang di depan Cermin Jangan Pernah "Mengemis" Cinta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun