Mohon tunggu...
Julian Efriko
Julian Efriko Mohon Tunggu... -

Kau bisa bermain dengan dramamu, tapi tidak dengan karmamu.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kala SBY Cegah Polri Terlibat Politik Praktis

21 Juni 2018   17:18 Diperbarui: 21 Juni 2018   17:17 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: republika.com

Pencopotan Brigjen Hasanuddin dari jabatan Wakapolda Maluku sebenarnya biasa-biasa saja. Pencopotan ini baru luar biasa jika dikaitkan dengan pernyataan Indonesia Police Watch (IPW) yang menyebut Brigjen Hasanuddin berkampanye untuk mendukung Paslon Murad Ismail di Pilgub Maluku [1]. Murad Ismail sendiri diketahui berlatarbelakang pensiunan polisi dengan pangkat terakhir irjen.

IPW juga mengaku banyak mendapat banyak laporan dari masyarakat tentang indikasi ketidaknetralan polisi menjelang Pilkada 2018; terutama di terutama di Sumut, Jabar, Kaltim, dan Maluku. Mari kita telisik bersama. Di Jabar, rupanya ada kandidat berlatarbelakang pensiunan polisi, yakni mantan Kapolda Jabar Anton Charliyan. Di Kaltim ada pesiunan perwira Polri, mantan Kapolda, Safaruddin. Dan uniknya, di dua daerah ini muncul rumor-rumor tidak sedap.

Di Jabar contohnya, mendadak Mendagri, Tjahjo Kumolo mengangkat Iwan Bule sebagai Pj Gubernur Jabar yang memicu polemik di tubuh pegiat demokrasi itu. Kebetulan pula Tjahjo adalah politikus PDIP, partai yang sama yang mengusung Anton Charliyan di Pilgub Jabar dan Murad Ismail di Pilgub Maluku. Partai Demokrat, Gerindra, PKS dan Nasdem bahkan sudah siap-siap mengajukan hak angket DPR atas masalah ini. [2]

Di Kaltim lain lagi. Ada kasus Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang yang rencananya mau diusung Partai Demokrat sebagai bacagub. Ada rumor upaya kriminalisasi terhadap Jaang agar mau berpasangan dengan Kapolda Kaltim waktu itu, Safaruddin yang diusung oleh PDIP. Bahkan Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi yang sekiranya hendak dipasangkan dengan Jaan, mendadak tersangkut kasus korupsi. [4] Kasus ini pun lagi-lagi gelap mendadak. Uniknya, pasca kejadian ini Safaruddin dimutasi dari jabatan Kapolda Kaltim. Belakangan, Safaruddin maju sebagai bacawagub di Pilgub Kaltim didukung oleh koalisi PDIP.

Dan jangan lupakan pula kasus Lukas Enembe. Gubernur Papua Lukas Enembe bertemu dengan Kepala BIN, Budi Gunawan; Kapolri Tito Karnavian; dan eks Kapolda Papua Paulus Waterpauw. Tempatnya di rumah Budi Gunawan. Ada rumor beredar. Lukas dipaksa menandatangai klausul khusus dalam pertemuan itu. Ada tiga poin penting yang tersiar: 1) memenangkan Jokowi dalam Pilpres 2019; 2) memenangkan PDIP dalam Pileg 2019; dan 3) berpasangan dengan Irjen Pol Paulus Waterpauw dalam Pilgub Papua 2018. Kasus ini pun lagi-lagi gelap mendadak. [5]

Jika rumor di atas terbukti benar, saya yakin SBY adalah salah satu pemimpin bangsa yang paling bersedih. Bagaimana tidak? SBY adalah salah satu pelaku utama reformasi TNI dan Polri. Inti dari reformasi TNI dan Polri adalah berhentinya kedua institusi itu dari politik praktis atau politik kekuasaan. Berhenti dari politik yang partisan. Dan juga berhenti dari ketidaknetralannya dalam pemilu, dan otomatis Pilkada.

Kita sama-sama paham, selama sepuluh tahun menjabat Presiden RI ke 6, SBY selalu konsisten dan konsekuen dengan gerakan ini. Sewaktu SBY menjadi orang nomor satu di Indonesia, media massa ramai dengan instrusi agar TNI, Polri dan BIN netral dan tidak ikut-ikutan politik kekuasaan. Pemilu adalah urusan parpol, paslon dan rakyat yang akan memilihnya. TNI, Polri dan BIN tidak perlu ikut campur termasuk dalam upaya melanggengkan kekuasaan seseorang atau sebuah parpol.

Dan SBY konsisten dan konsekuen dengan gerakan ini. Terbukti, pada pemilu-pemilu sebelumnya; TNI, Polri dan BIN tak pernah terlibat urusan politik SBY dan Partai Demokrat. Mau SBY dan Partai Demokrat habis jadi bulan-bulanan lawan-lawan politiknya, SBY tetap mendorong TNI, Polri dan BIN agar tak turut campur, tetap netral.

Padahal kita sama-sama paham, sekiranya SBY mengintruksikan Polri turut campur, bukan mustahil Partai Demokrat masuk tiga besar pada Pileg 2014. Ingat, polisi punya personel hingga ke tingkat kecamatan, punya peran strategis jika digoda masuk politik kekuasaan. Kita bisa berkaca pada sepak-terjang Polri di era Orde Baru yang menimbulkan trauma publik.  Tetapi toh, SBY tidak melakukannya. SBY membiarkan pertarungan politik praktis dituntaskan secara politik; dan TNI dan Polri berada di luar ranah itu.

Sehingga, jika sekarang Polri sampai terjerumus dalam politik kekuasaan, apalagi sampai jadi alat buat  mengebuk lawan-lawan politik penguasa, ini jelas kemunduran besar bagi reformasi Polri.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun