Mohon tunggu...
Juliansyah_Ian
Juliansyah_Ian Mohon Tunggu... Dosen - Dosen di Diploma 3 Bahasa Inggris di PTS di Jakarta

Namanya aja dosen; kerja utama saya mengajar. Saya juga suka menulis walaupun menulis itu nggak mudah. Kalau diiming-imingi uang, semangat menulis saya meninggi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Di Balik Bencana, Manusia Disuruh Berpikir

3 Maret 2014   15:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:17 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kemarin sore cuaca sejuk. Seorang bapak berkomentar, alangkah sejuknya cuaca. Berbeda dengan siang tadi, tambahnya. Lantas, setengah mengeluh, berkomentar, panasnya minta ampun. Padahal baru beberapa hari lalu hujan turun tertus menerus, sampai-sampai di beberapa tempat muncul banjir – seperti biasa.

Itulah manusia, tempat berkeluh kesah. Begitu kata Al Quran, kitab suci saya. Ketika hujan turun lebat dan terus menerus, manusia kebanyakan mengeluh. Keluhannya bisa bermacam-macam. Begitu juga ungkapan keluhannya. Tidak jarang, kita mendengar ungkapan keluhan yang terasa kasar di telinga kita. Ujung-ujungnya, keluhan berubah menjadi umpatan kepada Yang Maha Kuasa.

Hujan lebat dan terus menerus, gunung meletus, angin ribut, tanah longsor, dan beberapa lagi yang disebut dengan bencana, sebenarnya adalah kejadian alam yang dapat terjadi kapan dan dimana saja. Kejadiannya silih berganti dengan keadaan tenang, cuaca sejuk, hujan rintik-rintik, angin sepoi-sepoi, dan lain-lain suasana yang menyenangkan. Hanya saja, semua fenomena alam tersebut menimbulkan akibat yang tidak diinginkan manusia. Itulah barangkali mengapa manusia suka mengeluhkan semua kejadian biasa tersebut.

Kalau tidak mengeluh, apa yang mungkin sebaiknya kita lakukan dengan adanya semua kejadian alam tersebut?

Mungkin kita bisa atau perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:

1.Memikirkan bagaimana supaya dampak fenomena alam tidak terlalu besar atau tidak ada sama sekali.

Salah satu akibat dari hujan lebat dan terus menerus adalah banjir. Manusia diberi otak untuk berpikir bagaimana supaya banjir berkurang atau tidak muncul sama sekali. Manusia tidak bisa menolak hujan yang turun lebat dan terus menerus karena itu memang sudah jadi fenomena alam. Jadi, selagi banjir masih terjadi lagi dan lagi, berarti manusia belum memaksimalkan kemampuan otaknya untuk mampu menemukan cara aar banjir tidak terlalu besar atau banjir bisa hilang sama sekali. Sekali lagi, bencana tidak disalahkan, tapi persoalannya karena kita belum ditakdirkan menemukan solusi mengatasi banjir. Tugas manusia adalah terus berpikir.

2.Memikirkan bagaimana suatu fenomena alam yang mungkin muncul dapat “ditiadakan” atau dicegah

Mencegah lebih baik dari mengobati. Begitu kata pepatah. Begitu juga terhadap fenomena alam seperti hujan lebat dan terus menerus, angin ribut, dan lain-lain, lebih baik mencegah dari pada menanggung akibatnya. Maka, tugas manusia berikut adalah memikirkan bagaimana suatu fenomena alam seperti disebutkan dapat dicegah. Mungkinkah mencegah hujan lebat dan atau terus menerus terjadi? Mngkinkah mencegah angin ribut, tanah longsor, dan lain-lain? Mungkin-mungkin saja. Hanya manusia yang berpikir akan menemukan caranya.

3.Memikirkan perbuatan dosa apa yang telah diperbuat dan secepatnya bertobat atas dose tersebut.

Akibat buruk dari fenomena alam adalah hal yang perlu dihindari atau dikurangi. Namun begitu, sekali lagi seperti Al Quran, kitab suci saya, dinyatakan bahwa semua fenomena alam yang berdampak buruk langsung diterima oleh manusia atau sekelompok manusia adalah bagian dari hukuman dari Allah SWT. Hukuman ini muncul karena manusia atau kelompok manusia tertentu kerapkali berbuat dosa dan sudah diperingatkan atas dosa-dosanya. Manusia diminta bertobat. Namun manusia tidak mengindahkan. Manusia terlalu angkuh untuk menerima kenyataan, bahwa di luar kemampuannya yang terbatas, Allah SWT memiliki kemampuan yang tak terhingga untuk berbuat (menghukum) manusia atas dosa-dosanya.

Tiga hal di atas bukan pilihan dan juga bukan urutan. Menurut saya, semuanya patut dikerjakan. Manusia diminta merenungkan, menemukan, dan meminta. Semoga kita semua terhindar dari bencana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun