Mohon tunggu...
Julia Novrita
Julia Novrita Mohon Tunggu... Konsultan - Living my life to the fullest!

Educate yourself, submit to no one but your Creator!

Selanjutnya

Tutup

Nature

Talut dan Adaptasi Perubahan Iklim

4 Juni 2018   04:35 Diperbarui: 4 Juni 2018   08:34 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Foto diatas yang diambil oleh saudara Mohali Alioherenan di Desa Harapan Jaya, Misool Selatan, Kepulauan Raja Ampat menjadi pemicu diskusi tentang adaptasi perubahan iklim dengan suamiku yang bekerja di bidang konservasi laut. 

Cuaca disana sedang tidak ramah dengan masuknya musim angin selatan. Ombak lautan sedang galak-galaknya,  menghempaskan segala yang berlayar diatasnya dan yang menghalangi jalannya menuju ke pantai. Talut yang dibangun sepanjang pantai desa diharapkan menjadi benteng terakhir untuk menahan ekspresi kemarahannya di musim angin selatan yang sebagian menyebutnya angin Timur.

Keberadaan talut inilah  yang menjadi kontroversi bagi suamiku sejak pertama sekali diusulkan oleh anggota masyarakat setempat yang akan terlibat dalam proyek pembangunannya.  "Sejak kapan rumah-rumah disini hancur karena ombak musim selatan?"  tanyanya. Pembangunan talut itupun tak pernah terjadi tapi akhirnya berdiri juga ketika dia tidak bekerja lagi di wilayah itu.

Foto yang diposting di salah satu sosial media tersebut memperlihatkan deburan ombak yang tidak lagi memecah pantai tapi memecah talut dengan ketinggian  mencapai satu sampai dua meter. Tanpa pembangunan talut, kuatnya deburan ombak terkurangi saat mencapai pantai karena adanya penahan alami seperti terumbu karang dan pasir yang landai. 

Di beberapa tempat, pepohonan bakau menjadi pelindung utama. Air laut masuk ke sela-sela akarnya dengan kekuatan yang terus berkurang sehingga masyarakat pesisir tetap aman sekalipun saat musim teduh berganti dengan musim ombak, seperti saat ini.  

Pembangunan rumah-rumah dipinggir pantai dan talut sebagai pelindung  bukanlah contoh prilaku adaptasi perubahan iklim tapi justru menantang kekuatan alam yang sudah pasti kita terkalahkan. 

Prilaku adaptasi perubahan iklim adalah kita menyelaraskan pembangunan dengan alam dan talut jelas bukanlah salah satunya. Talut takkan kuat menahan kekuatan deburan ombak yang mencari pantai saat musim selatan tiba dalam waktu yang lama apalagi dengan desain konstruksi yang abal-abal. Lalu apa yang harus dilakukan?

Hal yang pertama adalah jangan membangun rumah dipinggir pantai. Kedua, menghentikan pengambilan batu karang terutama di pulau yang ada  penduduknya. Ketiga, praktek-praktek eksploitasi hasil laut yang dapat merusak kehidupan terumbu karang harus dihentikan. Keempat, jagalah kelestarian hutan  bakau.

Tuhan menciptakan alam ini sekaligus menetapkan ukurannya sebagai kunci keseimbangan.  Manusia dengan keserakahan dan kebodohannya tak menghiraukan ukuran ini lalu berbuat sesuka hatinya hingga rusaklah keseimbangan alam. Manusia sang pelaku yang kemudian menjadi korban kebodohannya. Sungguh Tuhan tak pernah menganiaya hamba-hambaNya tapi manusia sendirilah yang menganiaya dirinya (baca QS: 3:182).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun