media? Mulai dari Instagram, TikTok, YouTube, sampai Twitter, semuanya jadi bagian dari kehidupan sehari-hari, terutama buat Gen Z. Generasi ini lahir dan tumbuh besar di tengah-tengah perkembangan teknologi yang pesat, jadi nggak heran kalau Gen Z punya hubungan yang sangat erat dengan dunia digital, termasuk media. Tapi, di balik semua konten yang kita konsumsi setiap hari, ada dua jenis media yang bekerja dengan cara berbeda: media korporasi dan media kelompok. Keduanya punya cara kerja yang unik, dan di era sosial media ini, peran Gen Z sangat berpengaruh terhadap bagaimana kedua media ini berkembang.
Di zaman digital seperti sekarang, siapa sih yang tidak menggunakan sosialPertama, apa sih Media Korporasi?. Mungkin kita sering mendengar nama-nama besar seperti CNN, BBC, atau bahkan Metro TV. Semua itu adalah contoh dari media korporasi. Media ini biasanya berupa perusahaan besar yang punya modal kuat, struktur organisasi yang rumit, dan cakupan konten yang luas, mulai dari lokal, nasional, hingga internasional. Media korporasi beroperasi dengan strategi bisnis yang besar, dan mereka sering banget melakukan akuisisi atau merger dengan perusahaan lain untuk memperluas jangkauan mereka. Dulu, media korporasi banyak mengandalkan TV, radio, dan koran sebagai sarana utama untuk menyebarkan informasi, tapi sekarang, semuanya sudah berubah.
Di era sosial media, media korporasi harus beradaptasi dengan cara Gen Z mengonsumsi konten. Gen Z nggak lagi suka duduk berjam-jam nonton berita di TV atau membaca koran, melainkan lebih suka mendapatkan informasi secara cepat, singkat, dan to the point. Inilah alasan kenapa media korporasi sekarang mulai masuk ke platform sosial media seperti TikTok, Instagram, dan YouTube. Mereka tahu kalau Gen Z adalah generasi yang suka konten yang eye-catching dengan short-form content yang mudah dicerna, dan pastinya interaktif.
Tapi, nggak cuma soal cara menyampaikan konten yang berubah. Gen Z juga punya pengaruh besar dalam menentukan topik apa yang dibahas oleh media korporasi. Misalnya, beberapa tahun terakhir, isu-isu seperti perubahan iklim, inklusivitas, dan kesehatan mental semakin sering diangkat oleh media korporasi. Padahal, topik-topik ini awalnya banyak dibahas di sosial media oleh anak-anak muda, terutama Gen Z. Karena semakin banyak perhatian yang tertuju pada isu-isu ini, media korporasi akhirnya ikut mengangkatnya dalam program-program mereka. Ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh Gen Z dalam mengarahkan konten yang disajikan oleh media korporasi.
Kemudian, Media Kelompok. Berbeda dengan media korporasi yang besar dan luas, media kelompok biasanya lebih kecil dan fokus pada topik-topik tertentu. Media ini bisa berbentuk blog, website komunitas, atau bahkan akun-akun sosial media yang dikelola secara mandiri. Biasanya, media kelompok lebih fokus pada konten lokal atau isu-isu spesifik yang relevan dengan audiens mereka. Contohnya bisa jadi blog yang fokus membahas tentang pelestarian lingkungan di kota kecil, atau akun Instagram yang mempromosikan produk-produk lokal dan UMKM. Karena lebih kecil, media kelompok cenderung lebih personal dan punya hubungan yang lebih dekat dengan audiensnya.
Pada media kelompok ini, peran Gen Z sangat besar, bukan hanya sebagai konsumen, tapi juga sebagai kreator. Gen Z dikenal sebagai generasi yang kreatif dan berani berekspresi, sehingga banyak anak-anak muda yang mulai bikin konten sendiri di media kelompok. Tidak jarang, konten-konten ini bisa viral dan menarik perhatian banyak orang karena sifatnya yang otentik dan jujur. Gen Z suka banget dengan konten yang "real", nggak dibuat-buat, dan mewakili kehidupan sehari-hari mereka. Misalnya, kamu mungkin pernah melihat video-video di TikTok atau YouTube tentang cerita kehidupan sehari-hari, tips praktis, atau bahkan pandangan mereka tentang isu-isu sosial. Konten semacam ini sering banget mendapatkan perhatian besar, terutama karena Gen Z punya koneksi emosional dengan konten yang dibuat oleh sesama generasi mereka.
Media kelompok juga memberikan ruang bagi Gen Z untuk membahas hal-hal yang mereka pedulikan, seperti isu lingkungan, hak-hak perempuan, kesehatan mental, hingga tren budaya pop seperti K-pop atau gaming. Karena lebih spesifik dan personal, konten dari media kelompok sering kali dianggap lebih relatable oleh Gen Z dibandingkan dengan konten-konten dari media korporasi yang cenderung lebih formal. Di sini, Gen Z nggak cuma jadi audiens, tapi juga menjadi agen perubahan yang membawa isu-isu penting ke permukaan.
Selain itu, sosial media menjadi jembatan penting antara media korporasi dan media kelompok. Gen Z bisa melihat bagaimana akun-akun besar dari media korporasi seperti BBC atau CNN mulai bikin konten yang lebih ringan dan gampang dicerna di TikTok, sementara di sisi lain, media kelompok seperti akun Instagram komunitas kecil bisa dengan mudah mendapatkan ribuan pengikut karena kontennya yang viral. Di sinilah letak kekuatan Gen Z dalam mempengaruhi tren di sosial media. Mereka adalah generasi yang cepat tanggap, kreatif, dan berani berekspresi, sehingga sosial media menjadi platform yang sangat cocok untuk mereka berkarya dan mengkonsumsi informasi.
Kesimpulannya, Gen Z punya peran yang sangat besar dalam mengubah cara media bekerja, baik itu media korporasi maupun media kelompok. Sebagai audiens yang kritis, Gen Z mendorong media korporasi untuk beradaptasi dengan cara mereka mengonsumsi konten. Sementara di media kelompok, Gen Z mengambil peran sebagai kreator yang menggerakkan tren dan membahas isu-isu yang penting bagi mereka. Jadi, bisa dibilang, Gen Z adalah penggerak utama di dunia media saat ini. Di era sosial media ini, peran Gen Z sangat besar, dan mereka berhasil membawa perubahan yang signifikan dalam cara kita semua berinteraksi dengan media.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H