Mohon tunggu...
Juliana Ulfa
Juliana Ulfa Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Juliana Ulfa School at UIN Malang Tarbiyah Faculty Prodi PGMI

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Teladan Ataukah Telatan

20 Juni 2014   02:14 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:04 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi seorang guru dengan embel-embel teladan sebagai status profilnya, sangat mungkin diidam-idamkan setiap orang. Khususnya yang mempunyai bidang profesi sebagai guru. Menurut saya, syarat menjadi seorang guru teladan itu sangat simple. Guru teladan itu, selalu dapat mendoakan murid-muridnya agar bisa mendapat barokah ilmu yang ia beri, dapat menjadi contoh bagi murid-muridnya, dapat menjadi inspirasi bagi semua orang, dapat memberi motivasi dan stimulus untuk murid-muridnya agar selalu semangat belajar, dapat memahami dan membaca kondisi kelas saat proses pembelajaran.

Seperti kata pakar behavioristic, sebelum menyampaikan sebuah pembelajaran, seorang guru hendaknya dapat membaca kondisi dirinya dan kondisi murid-muridnya. Sudahkah seorang guru siap untuk membelajarkan muridnya? Sudahkah seorang murid siap untuk menerima pembelajaran dari gurunya?. Selain stimulus, motivasi dan pengulangan dalam belajar, kesiapan pendidik dan peserta didik juga merupakan factor utama penentu kesuksesan belajar dan pembelajaran.

Guru teladan dalam bahasan ini, dikhususkan dalam kesiapannya untuk membelajarkan murid-muridnya. Seperti yang kita harapkan, disaat kondisi jiwa dan pikiran murid-murid sudah haus akan ilmu pengetahuan, seorang guru teladan juga harus sudah menyiapkan minuman untuk mengatasi kehausan para murid. Pemberian minuman disesuaikan dengan porsi masing-masing. Dapat diibaratkan, bahwa tingkatan wadah jiwa dan pikiran setiap murid dalam menerima pembelajaran itu seperti gelas yang berbeda-beda ukurannya. Ada gelas yang besar, yang sedang dan ada pula yang kecil.

Guru teladan harus mengetahui porsi kemampuan penerimaan dari setiap murid. Nah, disinilah seorang guru wajib untuk memahami karakter muridnya. Jangan sampai, seorang guru memberikan minuman yang salah produk atau bahkan salah porsi kepada murid-murid yang haus ilmu. Setelah memberikan minuman yang sangat sesuai dengan apa yang diinginkan oleh murid, saatnya guru teladan memberi kesempatan kepada murid untuk meminumnya dan mengolahnya dengan cara mereka sendiri. Disinilah sebenarnya peran guru yang dituntut sebagai fasilitator.

Bagaimanakah dengan guru telatan?

Guru telatan dalam bahasan ini bukanlah guru yang datang terlambat ke sekolah, padahal bel sudah berbunyi, guru masih belum datang untuk menyambut murid-muridnya. Guru yang seperti itu sangat banyak dijumpai, mungkin disetiap sekolah pasti ada guru yang seperti itu. Saya tidak ingin membahas penyakit telatan yang sudah mengakar serta membudaya dan tidak bisa disembuhkan. Penyakit itu bisa sembuh apabila mereka dapat menumbuhkan kesadaran diri mereka sendiri.

Guru telatan yang saya maksud adalah guru yang bertolak belakang dengan guru teladan yang sudah kita bahas diatas tadi. Guru telatan yang telat memberikan minuman ketika murid-murid sudah kehausan akan ilmu pengetahuan. Apabila diawal guru sudah telat dalam memberikan minuman, ini bisa berakibat fatal bagi proses pembelajaran selanjutnya. Guru akan mendapat respon yang negative dari murid-murid karena guru sudah menumbuhkan kekecawaan dimata mereka. Ada kalanya, kita bisa membayangkan bagaimana seorang anak kecil yang sudah kehausan, melihat orang lain mempunyai banyak minuman, dan anak kecil tadi berharap diberi minuman yang menyegarkan dalam waktu itu, akan tetapi ternyata orang yang mempunyai banyak minuman kurang merespon serta lamban dalam memahami kondisinya. Apa yang akan dilakukan oleh si anak kecil tersebut? Pasti dia akan marah, kecewa, dan tidak mau diberi minum lagi. Nah, seperti itulah analoginya, bilamana guru telat dalam menanggapi respon murid-murid yang sudah mempunyai kesiapan untuk pembelajaran.

Jadilah guru yang teladan, jangan sampai menjadi guru yang telatan J

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun