Mohon tunggu...
Julian Farrel
Julian Farrel Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

Seorang Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

ChatGPT: Merendahkan Literasi?

10 Februari 2023   10:30 Diperbarui: 10 Februari 2023   10:46 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan pesatnya perkembangan teknologi, terdapat inovasi-inovasi yang akan merubah pandangan dunia. Inovasi yang mampu merubah rutinitas manusia menjadi lebih baik maupun lebih buruk.  Sejak tahun 1998, Google telah menjadi jawaban bagi segala pertanyaan kita. Namun, dengan bantuan Artificial Intelligence (AI), kini muncul inovasi baru yang dapat menyaingi hingga melebihi kemampuan search engine Google, yaitu ChatGPT.

ChatGPT adalah sebuah teknologi bermodel chat box yang dikembangkan oleh perusahaan OpenAI. Dirilis pada 30 November 2022 dalam versi beta, ChatGPT telah diakses lebih 1 juta pengguna di seluruh dunia dalam jangka waktu satu minggu. OpenAI sendiri merupakan perusahaan yang sangat terkenal di dunia riset dan penelitian AI, dimana mereka menggunakan teknologi deep learning. Dengan teknologi ini, mereka dapat mengembangkan sebuah AI yang dapat terus belajar dan melatih dirinya untuk menjadi lebih baik. Kemampuan inilah yang membuat ChatGPT lebih unggul dibandingkan Google. Berbeda dengan google yang hanya menyajikan sumber informasi, ChatGPT dapat menelusuri berbagai sumber informasi, memproses, dan merangkainya menjadi jawaban yang dapat langsung kita gunakan. Jawaban ini disajikan dalam bentuk yang lebih interaktif, seolah-olah kita sedang berbicara dengan orang lain. 

Walaupun ChatGPT merupakan terobosan yang revolusioner dalam dunia teknologi, tak dipungkiri bahwa setiap inovasi akan membawa dampak negatif ke dalam kehidupan manusia. Salah satu dampak negatif dari ChatGPT yang telah menjadi sorotan di dunia pendidikan adalah dampaknya terhadap siswa-siswi. Dengan adanya ChatGPT, siswa-siswi dapat dengan mudah memparafrase teks singkat maupun panjang dengan satu tombol. Selain itu, program ini juga mampu merangkai sebuah teks dari sebuah topik, sehingga sangat memudahkan pembuatan paragraf, artikel, ataupun jawaban singkat hingga esai.

Kemampuan ini mengakibatkan munculnya pertanyaan-pertanyaan mengenai dampak yang dibawa ChatGPT ke dalam dunia pendidikan, dimana hal tersebut dianggap sebuah aksi plagiarisme dan kecurangan. Akibat mudahnya akses untuk menggunakan program ini, secara tidak langsung juga menurunkan tingkat literasi masyarakat, dimana masyarakat secara tidak langsung  dimanjakan dan dibiasakan untuk menggunakan ChatGPT untuk meringkas atau merangkai kalimat.

Berdasarkan data United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) tahun 2016  Indonesia menduduki peringkat ke 60 dari 61 negara dalam hal tingkat minat membaca. Hingga kini, minat membaca masyarakat di Indonesia masih belum mengalami peningkatan karena tidak dibiasakan, sehingga keberadaan ChatGPT dapat memperburuk masalah literasi Indonesia. 

Sejumlah sekolah dan universitas di New York dan Australia Barat telah melarang penggunaan ChatGPT untuk keperluan sekolah untuk menghindari penyalahgunaan. Namun, hingga sekarang Indonesia belum menunjukkan responnya. Kemajuan teknologi yang bertujuan baik ini harus ditanggapi dengan bijak, karena keputusan itu lah yang menentukan sisi dampak yang akan kita terima, baik itu dampak positif atau dampak negatif.

Penulis :

Julian Farrel Lie

Kenzie Junaidi

XII IPA 1 | SMA Citra Kasih

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun