Menyambung tulisan saya dengan judul " kata kata Luhut yang saya ingat" , kesaksian Luhut di MKD menggelitik saya untuk memberi penafsiran atau penyimpulan sementara soal sudah selesai dengan dirinya. Kalau pada saat konfrensi pers terkesan Luhut banyak didorong secara emosional, pada sidang MKD ini, konsistensi logika argumentasi dan penguasaan medan perang cukup dikuasai.Â
Dari awal pemaparan soal sikap Luhut tentang freeport bukan suatu hal baru. Sudah berulang ulang kita ketahui lewat media. Pertempuran dimulai saat para hakim MKD mulai melemparkan peluru-pelurunya. Ada peluru karet dan peluru benaran, namun dengan tangkas Luhut bisa menangkisnya secara cerdas dan meyakinkan.
Sudahkah selesai dengan dirinya? Luhut sangat ngotot untuk dipanggil di sidang MKD dengan 2 agenda. Pertama dan terutama soal dignity dan kedua  soal membantu memberi pandangan baru bagi para hakim MKD dan publik.  Soal dignity, semua argumentasi yang dipaparkan cukup untuk mengatakan bahwa Luhut sudah lolos uji integritas untuk sementara ini. Sementara karena bolanya masih liar, dan bila bola ini masuk keranjang hukum, kesaksian kesaksian baru bisa mematahkan kesaksian di sidang MKD. Â
Konsistensi dengan kata kata Luhut 12 tahun lalu masih in line dengan kesaksian di sidang MKD. Pesan pengabdian demi negara dan coba memberi makna demi menjadi manusia paripurna sejauh ini masih terlihat ada konsistensi. Untuk sementara ini, rasa kecewa agak menurun, karena beberapa pesan hidupnya ternyata masih bisa dipegang. Â Atau untuk sementara ini, Luhut sudah selesai dengan dirinya.Â
Agenda kedua kesaksian Luhut sangat jelas coba ikut ambil peran dalam permainan dan juga coba memberi arah yg harus diambil. Peluru peluru yg dilemparkan para hakim beberapa menohok soal tanggung jawab Luhut sebagai Menkopolhukam. Jawaban yg berikan cukup datar dan tepat. Kesadararan akan pertarungan yang terjadi sudah dipahami betul. Kalimat kita harus keluar dari framing, menunjuk pada sebuah kekuatan politik.
Dan ini bukan lagi masalah soal keputusan sanksi  MKD kepada Setya Novanto. Strategi tersembunyi yang akan dijalankan lebih tertuju pada kekuatan lawan yang sebenarnya.  Ada ajakan-ajakan Luhut untuk mencari solusi damai dengan kekuatan lawan, dan memang itulah idealnya yang harus dilakukan. Dinamika dan perbedaan kepentingan adalah suatu hal yang alami.Â
Sekali lagi, untuk sementara ini dalam pengamatan penulis Luhut sudah selesai dengan dirinya. Moga selalu ingat renungan 12 tahun lalu pak Luhut, ujungnya 1x2 meter. Kalau ada nama Jalan TB. Simatupang, Â demikian juga nanti ada nama jalan LB.Panjaitan. Semoga.!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H