Dalam menghadapi perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan, dunia memerlukan langkah konkret dan kepemimpinan yang tegas untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Climate Action Tracker (CAT) menjadi salah satu alat penting untuk mengukur sejauh mana upaya negara-negara di dunia dalam mencapai tujuan Perjanjian Paris, yakni membatasi pemanasan global hingga 1,5°C.
Beberapa negara berhasil menonjol dengan perolehan nilai tertinggi dalam CAT, menunjukkan komitmen luar biasa dalam aksi iklim. Namun, keberhasilan ini bukan sekadar kebetulan. Apa yang membuat negara-negara ini unggul, dan apa yang bisa dipelajari dari mereka?
Apa itu CAT dan Mengapa Penting?
Climate Action Tracker (CAT) adalah platform independen yang menilai kinerja negara-negara berdasarkan kebijakan, target emisi, dan aksi nyata mereka dalam mitigasi perubahan iklim. CAT tidak hanya menyoroti kemajuan, tetapi juga mengidentifikasi celah dalam upaya global menangani krisis iklim.
Hasil pemantauan CAT menjadi indikator penting untuk menilai apakah negara-negara di dunia sedang berada di jalur yang benar atau justru membutuhkan langkah lebih progresif. Negara-negara yang memperoleh nilai tertinggi menjadi model yang menunjukkan bahwa aksi iklim yang ambisius dapat memberikan hasil nyata.
Negara Apa saja yang Mandapat Nilai Tertinggi dan Apa Rahasianya?
Di bawah ini ada 3 negara dengan skor tertinggi, yaitu:
Denmark
Denmark mendapatkan skor tertinggi yaitu 78,37 dan menempati posisi keempat secara global. Hal tersebut di karenakan transisi energi besar-besaran dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan yaitu angin dan surya. Pemerintah Denmark juga tidak hanya sekedar membuat janji, tetapi juga mengimplementasikan kebijakan konkret yang melibatkan semua sektor masyarakat. Salah satunya menerapkan pajak karbon terhadap industri peternakan dan memulihkan lahan pertanian.
Belanda
Posisi berikutnya yaitu Belanda dengan skor 69,60. Kinerja Belanda berfokus pada penurunan emisi dan transisi energi terbarukan. Bahkan pemerintah Belanda memiliki sinergi pada setiap transisi kepemimpinan agar tetap mencapai target iklim yang telah dibangun.
Britania Raya
Britina Raya berada di posisi keenam dengan skor 69,30. Britania Raya unggul pada kategori GHG Emissions dan Energy Use. Hal itu dipengaruhi oleh kebijakan ambisius dari pemerintah untuk mengurangi penggunaan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Pada tahun 2024 Britnia Raya menutup pembangkit listrik bertenaga batu bara, untuk membuktikan keseriusannya.
Jadi dapat disimpulkan negara-negara yang memiliki skor tertinggi memiliki beberapa kesamaan yaitu keberanian dalam menetapkan kebijakan ambisuis dan menginvestasikan sumber daya yang signifikan untuk mengembangkan teknologi hijau, seperti kendaraan listrik, sistem penyimpanan energi, dan solusi efesiensi energi. Masyarakat dan sektor swasta juga memainkan peran besar. Kesadaran publik tentang pentingnya keberlanjutan telah mendorong perubahan gaya hidup menuju penggunaan energi bersih dan pengurangan limbah. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan besar di negara-negara ini semakin aktif mengintegrasikan prinsip keberlanjutan dalam operasional mereka. Tidak kalah penting, kerja sama global juga menjadi kunci. Negara-negara dengan nilai tinggi menunjukkan komitmen untuk bekerja sama dalam skala internasional melalui transfer teknologi, pendanaan iklim, dan berbagi pengetahuan untuk membantu negara-negara lain yang tertinggal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H