Ramadhan selalu menjadi bulan yang indah. Biasanya di hari Ramadhan sudah bisa ditebak saat-saat yang padat, yaitu min dan plus tujuh. Pulang kampung adalah acara rutin, setahun sekali yang  menyenangkan dan ditunggu-tunggu, plus sedikit meresahkan. Senang karena akan bertemu keluarga, resah karena transportasi selalu jadi sangat sulit. Mulai dari angkutan darat, laut dan udara.
Bagiku dari semua yang paling simpel adalah perjalanan via darat, karena hanya jarak Malang Banyuwangi.  Pesawat? Bisa sih, tapi sangat mahal…itu pun harus lewat Bali, harus nyeberang lagi dari  Gilimanuk  ke Ketapang, ribet lagi..( soalnya Malang-Banyuwangi langsung sebenarnya masih belum ada J ).  Dari segi biaya juga berat!  Bayangkan untuk pesawat 500.000 rupiah, kereta api 18.000 rupiah (update tahun 2009). Wow.. perbandingan yang fantastis!  Tidak usah ditanya lagi, pasti pilih kereta api, sisanya bisa buat beli oleh-oleh hehe..
Karena kebiasaan kantor tempat saya bekerja libur di hari minus 3, so semakin sulit untuk mendapat armada transportasi ekonomis semua sudah full booked.  Travel dan bus menaikkan tarif gila-gilaan, kadang keluar dari tuslah yang telah ditetapkan Pemerintah.  Meski begitu, masih saja tetap dibeli, karena banyaknya pemudik.  Naik kereta api?  Hmm boleh, sepertinya ide yang bijaksana.  Tapi alamak penuhnya, luar biasa! Sesak dan tidak bisa bergerak selama 8 hingga 9 jam perjalanan.
Tiba-tiba terlintas, alternatif terakhir yang jarang terpikirkan sebelumnya, mudik dengan sepeda motor! Hm kenapa tidak? Tapi jarak tempuh 350 km membuat sedikit nerves, bisa gak ya?  Ada rasa kuatir meski ada sedikit rasa percaya diri.  Tiba-tiba hati saya mantap, ok, pulang kampung  naik sepeda motor! Meski harus berhenti setiap satu jam, meski harus sampai dalam 10 jam, meski harus dengan kecepatan 40 km per jam. Hm saya menguatkan hati dengan bepikir positif dengan mencari alasan yang  memudahkan dan menguatkan niat saya.
Perjalanan dimulai. Seluruh perlengkapan sudah dipersiapkan.  Jaket, sarung tangan, penutup hidung, kacamata, dan helm. Hm, wanita gagah, saya sedang melihatnya di cermin.  Dan itu saya sendiri.. :)
Sejak start dari Malang, terasa sudah banyak yang melakukan hal sama dengan saya, mudik pakai sepeda motor. Â Dan semakin banyak ketika memasuki kota Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember. Â Ciri khasnya pemudik terlihat jelas, membawa tas cukup besar, dan kadang di belakang diberi embel-embel gantungan ketupat. Â Rasanya semakin ingin cepat lebaran.
Saat melalui putaran gunung Kumitir yang berkelok, waktu sudah menjelang magrib. Sekilas  teringat tempat yang cukup nyaman dan enak untuk singgah sekedar  berbuka puasa.  Hampir tidak ingin mampir, karena ingin segera sampai.  Tapi jika memikirkan jarak tempuh ke Banyuwangi masih sekitar satu jam lagi, tentunya lebih baik berhenti sejenak.
Bisa ditebak, jika rombongan atau kumpulan orang-orang yang satu tujuan akan berhenti di tempat yang sedang saya bayangkan.  Satu persatu kendaraan berhenti, termasuk saya.  Wah suasana terasa ramai dan menyenangkan. Sejenak saya mengamati lingkungan sekitar yang riuh oleh canda dan tawa pemudik yang sedang menikmati suasana.  Namun saat mengarahkan pandangan memutar ke sekeliling saya merasa ada yang aneh pada diri ini.  Terasa orang-orang melihat kepada saya,  Atau ini hanya ge-er ya? :)
Sekejab, saya menyadari, ternyata dari sekian pengendara, hanya saya perempuan satu-satunya yang mengendarai sendiri sepedah motornya.  Meski grogi, saya pura-pura tenang sambil sedikit melempar senyum ramah kepada sahabat perjalanan lain.  Saya yakin, sebelum mereka melihat saya buka helm, mereka menyangka saya adalah laki-laki.
Lalu saya mengambil sebotol minuman isotonik kegemaran yang sudah saya siapkan. Â Tak berapa lama, waktu buka tiba, hmm seperti mendapat curahan air surga, saya meminum larutan isotonik di genggaman hingga tandas. Â Tenaga terasa pulih dan ingin segera lanjut perjalanan. Â Benar-benar perasaan yang begitu luar biasa.
Sebelum melanjutkan perjalanan, saya memasang perlengkapan, dan dengan penuh percaya diri menstarter sepeda motor kembali.  Masih terasa banyak mata yang mengarah kepada saya.
Yang pasti rasa bahagia, haru, bangga serta syukur saat itu begitu terasa, bisa melalui semua itu.  Sedikit lagi sampai Banyuwangi, selamat bertemu kampung halaman. Dan yang lebih lucu, ekspresi wajah ibu saya yang tak percaya melihat anaknya sudah berada di depan gerbang rumah di atas sebuah sepeda motor andalan saya. Saya tak berkata apa, hanya melempar senyum terbaik yang kuberikan untuk ibu, senyum terbaik harini. :)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI