Dalam diam rasa ini terus bergejolak menatap hati
Luapan emosi tertatih saat dirimu berucap getir sakti
Gaung terus menerus kau agungkan pada bela arogansi
Pernahkan kau tertidur lelap seraya meraba kediaman raga
Disini titahmu yang masih tertancap kokoh penuh duri
Air mata ini penuh memori mengalirkan desahan luka
Luncuran kalimat kerap kau tuangkan tanpa makna rasa
Sebisa apa dirimu tersenyum meski hanya nyayian bisu
Sengaja kau jejali nuraniku dengan sekelumit jeratan
Kau jambak hati ini dengan temali terulur ikatan suci
Pada apa ku sanggup menghilangkan fakta mentari itu mulai redup
Singgahmu sekedar adanya kupu-kupu yang menari penuh bakti
Kekinian ini pendarkan pelita yang masih terasa buram
Bias melepas namun tak urung ku perjelas tanpa azas
Terus menerus meramu pada hakikat keadaan
Raga ini tergerus namun tetap kokoh pada pendirian
Kau lepas aku resah
Kau dekap aku jenggah
Berbaringku penuh ramah
Lantas gundah..
Bandung, 1 Maret dini hari
@Julayjo
[caption id="attachment_353251" align="aligncenter" width="150" caption="No Urut 15 (telat)"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H