Kita hidup dalam dunia yang begitu beragam, di mana setiap individu memiliki perspektif, pengalaman, dan pengetahuan yang unik. Namun, seringkali perbedaan ini justru menjadi pemicu konflik dan perpecahan. Sikap "Aku tahu lebih baik" yang sering kita bawa dalam interaksi sehari-hari menjadi penghalang bagi kita untuk saling memahami dan menghargai.
Pernyataan "Aku tahu lebih baik" adalah sebuah bentuk klaim atas kebenaran mutlak. Ia menyiratkan bahwa pendapat kita adalah satu-satunya yang benar dan pandangan orang lain tidak perlu diperhatikan. Sikap seperti ini tidak hanya menyakiti perasaan orang lain, tetapi juga membatasi kemampuan kita untuk tumbuh dan berkembang.
Ketika kita berpegang teguh pada pandangan kita sendiri, kita menutup diri terhadap kemungkinan adanya sudut pandang lain yang mungkin lebih kaya dan lebih komprehensif. Kita kehilangan kesempatan untuk belajar dari pengalaman orang lain dan memperluas wawasan kita.
Mari kita coba ubah paradigma kita. Alih-alih mengatakan "Aku tahu lebih baik", mari kita ganti dengan pertanyaan "Apa yang bisa aku pelajari dari orang ini?". Dengan demikian, kita membuka diri untuk mendengarkan, memahami, dan menghargai perbedaan.
Mengapa pertanyaan lebih baik daripada pernyataan?
Pertanyaan, sebuah benih kecil yang ditanam di tanah pikiran, mampu tumbuh menjadi pohon pengetahuan yang rindang. Ia membangkitkan rasa ingin tahu, merangsang pemikiran kritis, dan membuka pintu menuju pemahaman yang lebih dalam. Berbeda dengan pernyataan yang cenderung mengunci pemikiran, pertanyaan mengajak kita untuk menjelajah, untuk meragukan, dan untuk terus belajar.
Bisa dibayangkan sebuah perpustakaan yang penuh dengan buku. Setiap buku adalah sebuah pernyataan, sebuah kesimpulan yang telah dicapai oleh penulisnya. Namun, sebuah perpustakaan tanpa pertanyaan adalah sebuah tempat yang mati. Pertanyaanlah yang menghidupkan perpustakaan, yang mendorong kita untuk mencari jawaban baru, untuk menghubungkan ide-ide yang tampaknya tidak terkait, dan untuk menciptakan pengetahuan baru.
Dalam kehidupan sehari-hari, pertanyaan juga berperan penting dalam membangun hubungan. Ketika kita mengajukan pertanyaan dengan tulus, kita menunjukkan minat pada orang lain, kita membuka ruang untuk dialog, dan kita membangun jembatan saling pengertian. Pertanyaan juga dapat menjadi alat yang ampuh untuk menyelesaikan konflik, karena memungkinkan kita untuk menggali akar permasalahan dan mencari solusi bersama.
Dari filsafat hingga sains, dari hubungan interpersonal hingga politik, pertanyaan selalu hadir sebagai pemicu perubahan. Socrates, filsuf Yunani kuno, terkenal dengan metode pengajarannya yang didasarkan pada pertanyaan. Ia percaya bahwa dengan mengajukan pertanyaan yang tepat, kita dapat membantu orang lain menemukan kebenaran sendiri.
Pertanyaan juga merupakan kekuatan pendorong di balik kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap penemuan besar dimulai dengan sebuah pertanyaan. "Mengapa langit berwarna biru?" "Bagaimana cara menyembuhkan penyakit ini?" "Apakah ada kehidupan di luar angkasa?" Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mendorong para ilmuwan untuk melakukan penelitian dan eksperimen.
Namun, tidak semua pertanyaan diciptakan sama. Ada pertanyaan yang bersifat terbuka, yang mendorong pemikiran yang lebih luas dan mendalam. Ada pula pertanyaan yang bersifat tertutup, yang hanya memiliki jawaban ya atau tidak. Pertanyaan yang baik adalah pertanyaan yang merangsang pikiran, yang menantang asumsi, dan yang membuka kemungkinan baru.