Permasalahan korupsi di Indonesia telah menjadi penyakit kronis yang menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.Â
Kasus-kasus korupsi besar seringkali terungkap, namun hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku seringkali dianggap terlalu ringan.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar yaitu mengapa hukuman bagi koruptor masih rendah? Dan apakah pendidikan antirasuah (anti korupsi) menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan ini?
Hukuman Rendah: Celah dan Impunitas
Hukuman rendah bagi koruptor menjadi celah bagi mereka untuk terus melakukan tindakan yang merugikan negara. Impunitas yang mereka nikmati membuat tindakan korupsi seolah menjadi bisnis yang menjanjikan tanpa risiko besar.
Hal ini semakin diperparah dengan sistem peradilan yang belum sepenuhnya bersih dan independen. Banyak kasus korupsi yang mandek di tengah jalan atau bahkan berakhir dengan vonis yang jauh di bawah tuntutan jaksa.
Di samping itu, lemahnya pengawasan terhadap harta kekayaan para pejabat juga menjadi salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya praktik korupsi.Â
Fenomena ini menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk memberantas korupsi di Indonesia.
Salah satu penyebab hukuman bagi koruptor masih rendah adalah karena rumusan delik dalam undang-undang tindak pidana korupsi yang masih dianggap terlalu kabur.Â
Akibatnya, sulit bagi aparat penegak hukum untuk membuktikan secara sah dan meyakinkan bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana korupsi.
Lalu, ancaman pidana yang tercantum dalam undang-undang juga dianggap masih terlalu ringan sehingga tidak memberikan efek jera bagi para pelaku.Â