Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang semula dijadwalkan berlaku efektif pada 1 Januari 2025 telah mengalami perubahan signifikan.
Dalam sebuah perkembangan yang mengejutkan, pemerintah memutuskan untuk menunda pemberlakuan kebijakan tersebut hingga satu bulan ke depan.
Keputusan ini, sebagaimana dilaporkan oleh Kompas.tv (running teks) pada Rabu (1/1/2025), menempatkan kenaikan PPN 12% di ambang Februari 2025.
Kepastian awal mengenai kenaikan PPN 12% yang disampaikan pemerintah sebelumnya telah memicu beragam reaksi dari masyarakat dan pelaku usaha.
Sejumlah pihak menyambut positif kebijakan ini sebagai upaya meningkatkan penerimaan negara dan mendanai program-program pembangunan.
Namun, tidak sedikit pula yang menyuarakan kekhawatiran akan dampak kenaikan PPN terhadap daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang masih dalam tahap pemulihan.
Penundaan pelaksanaan kenaikan PPN ini mengindikasikan adanya pertimbangan yang matang dari pemerintah. Beberapa faktor yang mungkin menjadi pertimbangan utama antara lain:
Pertama, Tekanan Inflasi
Kenaikan harga barang dan jasa akibat kenaikan PPN berpotensi memperburuk kondisi inflasi yang masih menjadi perhatian utama pemerintah. Penundaan ini diharapkan dapat memberikan ruang bagi pemerintah untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas ekonomi.
Kedua, Daya Beli Masyarakat
Kenaikan PPN secara langsung akan membebani daya beli masyarakat. Dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, penurunan daya beli dapat menghambat pertumbuhan konsumsi dan investasi.