Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Istana ke Kamus: Pelajaran Berharga tentang Pentingnya Bahasa yang Tepat

6 Desember 2024   15:14 Diperbarui: 6 Desember 2024   15:27 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan Miftah Maulana H. | ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat via Kompas.com

Pengangkatan Miftah Maulana Habiburrahman (Gus Miftah) sebagai Utusan Khusus Presiden menjadi sorotan publik ketika sebuah video viral memperlihatkan dirinya melontarkan kata-kata yang kurang pantas kepada seorang pedagang es teh. 

Peristiwa ini mengundang berbagai reaksi, mulai dari kritik pedas hingga pembelaan. Di balik kontroversi ini, terdapat pelajaran berharga tentang pentingnya bahasa yang tepat, terutama bagi figur publik.

Sebagai seorang tokoh agama yang dipercaya memegang jabatan penting di pemerintahan, Miftah Maulana seharusnya menjadi teladan dalam penggunaan bahasa. Namun, tindakannya justru menunjukkan bahwa bahkan mereka yang berada di posisi tinggi pun tidak luput dari kesalahan dalam berkomunikasi. 

Peristiwa ini menyadarkan kita bahwa bahasa bukan hanya sekadar alat untuk menyampaikan pesan, tetapi juga cerminan karakter dan kualitas seseorang.

Dampak dari Penggunaan Bahasa yang Tidak Tepat

Dampak dari penggunaan bahasa yang tidak tepat telah menjadi sorotan tajam setelah insiden yang melibatkan Miftah Maulana. Peristiwa ini menyadarkan kita bahwa setiap kata yang terucap, terutama dari seorang figur publik, memiliki konsekuensi yang luas. 

Tak hanya berdampak pada individu yang menjadi sasaran ucapan tersebut, namun juga merembet ke berbagai aspek kehidupan sosial, politik, dan budaya.

Lingkup dampaknya begitu luas. Mulai dari merusak citra pribadi dan institusi, memicu perpecahan di masyarakat, hingga melemahkan kepercayaan publik. Dalam konteks keberagaman di Indonesia, penggunaan bahasa yang tidak tepat dapat memicu konflik horizontal dan menghambat upaya membangun persatuan dan kesatuan bangsa.

Di era digital, di mana informasi menyebar dengan sangat cepat, dampak dari penggunaan bahasa yang tidak tepat semakin meluas. Sebuah ungkapan yang tidak terfilter dapat dengan mudah menjadi viral dan memicu berbagai reaksi negatif, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Hal ini tentu saja dapat merusak reputasi Indonesia di mata dunia.

Selain itu, penggunaan bahasa yang tidak tepat juga dapat berdampak pada perkembangan psikologis individu. Anak-anak yang sering terpapar bahasa kasar atau diskriminatif cenderung meniru perilaku tersebut dan mengalami kesulitan dalam membangun hubungan sosial yang sehat.

Pentingnya literasi media dalam konteks ini tidak dapat dipungkiri. Masyarakat perlu dibekali kemampuan untuk mengkritisi informasi yang mereka terima dan tidak mudah terprovokasi oleh ujaran kebencian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun