Di satu sisi, penurunan angka pernikahan memang mengkhawatirkan karena dapat berdampak negatif pada tingkat kelahiran, struktur sosial, dan stabilitas ekonomi. Di sisi lain, perubahan ini juga membuka peluang untuk membangun keluarga yang lebih sehat, lebih demokratis, dan lebih sesuai dengan kebutuhan zaman.
Perlu kita ingat bahwa nilai-nilai tradisional tidaklah statis. Nilai-nilai seperti cinta, kesetiaan, dan komitmen tetap relevan, namun bentuk ekspresi dan penerapannya mungkin berubah. Pernikahan di masa depan mungkin akan lebih menekankan pada kesetaraan, kemitraan, dan pertumbuhan bersama. Hal ini menuntut kita untuk lebih terbuka terhadap berbagai bentuk keluarga dan hubungan interpersonal.
Namun demikian, kita juga perlu waspada terhadap dampak negatif dari penurunan angka pernikahan. Misalnya, meningkatnya jumlah anak di luar nikah, meningkatnya kasus kekerasan dalam rumah tangga, dan menurunnya tingkat kepedulian terhadap generasi mendatang.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga agama, masyarakat sipil, dan keluarga. Dengan demikian, kita dapat membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Intinya, krisis pernikahan adalah fenomena kompleks yang tidak dapat dilihat secara hitam putih. Kita perlu memahami faktor-faktor yang mendorong penurunan angka pernikahan, serta dampaknya terhadap nilai-nilai tradisional dan masyarakat secara keseluruhan. Alih-alih berfokus pada nostalgia masa lalu, kita perlu mengembangkan pemahaman yang lebih nuansa tentang keluarga dan pernikahan di era modern.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H