Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Bumerang Konsumerisme, Kredit Macet Meroket Tren Beli Mobil di Indonesia

18 November 2024   16:26 Diperbarui: 18 November 2024   16:30 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Kredit kendaraan bermotor, kredit mobil. | SHUTTERSTOCK/THX4STOCK via KOMPAS.COM

Konsumerisme, yang kerap dianggap sebagai mesin penggerak ekonomi, kini mulai memperlihatkan sisi gelapnya. Di Indonesia, tren pembelian mobil yang semakin marak justru memicu permasalahan baru yang tak terduga.

Keinginan memiliki kendaraan pribadi yang semakin membuncah, didorong oleh berbagai kemudahan akses kredit, ternyata membawa konsekuensi yang cukup serius. Ironisnya, euforia kepemilikan mobil ini justru berbalik menjadi boomerang yang mengancam stabilitas keuangan masyarakat.

Kenaikan angka kredit macet di sektor otomotif menjadi bukti nyata dari permasalahan ini. Kenaikan angka kredit macet di sektor otomotif tidak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga pada kehidupan sosial masyarakat.

Fenomena "Membeli di Luar Kemampuan"

Fenomena "Membeli di Luar Kemampuan" adalah cerminan dari kompleksitas psikologis, sosial, dan ekonomi yang saling berinteraksi. Di satu sisi, ini adalah manifestasi dari hasrat manusia untuk memiliki dan mencapai status sosial yang lebih tinggi. Iklan, media sosial, dan pengaruh lingkungan sekitar seringkali memicu keinginan untuk memiliki barang-barang tertentu, terlepas dari kebutuhan sebenarnya.

Di sisi lain, kemudahan akses kredit dan berbagai program cicilan menarik semakin mempermudah masyarakat untuk membeli barang-barang tersebut, bahkan jika harus menanggung beban utang jangka panjang.

Perilaku konsumtif ini tidak hanya terjadi pada barang-barang mewah, tetapi juga pada barang-barang sehari-hari. Fenomena "fast fashion" misalnya, mendorong masyarakat untuk terus membeli pakaian baru dengan harga yang terjangkau, tanpa mempertimbangkan kualitas dan dampak lingkungan.

Hal ini menciptakan siklus konsumsi yang terus-menerus dan sulit dihentikan. Selain itu, maraknya e-commerce juga mempermudah masyarakat untuk melakukan pembelian impulsif, tanpa perlu berpikir panjang.

Dampak dari fenomena ini sangat luas. Secara individu, beban utang yang tinggi dapat menyebabkan stres, depresi, dan bahkan merusak hubungan sosial. Dalam skala yang lebih besar, kredit macet dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Dampak Psikologis Konsumerisme

Konsumerisme, sebagai gaya hidup yang mengagung-agungkan konsumsi barang dan jasa, tak hanya berdampak pada aspek ekonomi, namun juga mengakar dalam psikologi individu. Keinginan untuk terus memiliki barang baru, mengikuti tren terbaru, dan memenuhi kebutuhan yang tak terhingga seringkali memicu berbagai permasalahan psikologis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun