Wacana kembalinya Ujian Nasional (UN) di jenjang sekolah dasar dan menengah kembali mencuat ke permukaan. Hal ini tentu memicu beragam reaksi dari berbagai kalangan, mulai dari para pendidik, siswa, orang tua, hingga pemerhati pendidikan.
Jika UN benar-benar akan diterapkan kembali, maka sudah sepatutnya kita melihat kembali tujuan utama dari pendidikan dan bagaimana UN dapat menjadi alat evaluasi yang lebih baik.
Tujuan pendidikan bukan hanya semata-mata mencetak lulusan dengan nilai akademik yang tinggi, namun lebih dari itu, pendidikan bertujuan untuk membentuk individu yang holistik, memiliki karakter yang kuat, serta mampu berkontribusi positif bagi masyarakat.Â
Dalam konteks ini, UN harus menjadi instrumen yang dapat mengukur pencapaian tujuan pendidikan yang lebih luas tersebut.
UN harus menjadi alat untuk mengukur kemampuan berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi siswa. Kemampuan-kemampuan ini sangat dibutuhkan di era globalisasi yang penuh dengan ketidakpastian.Â
Melalui soal-soal yang menantang siswa untuk menganalisis masalah, mencari solusi inovatif, bekerja sama dalam tim, dan menyampaikan ide dengan jelas, UN dapat menjadi tolok ukur yang lebih relevan dengan tuntutan zaman.
Selain itu, UN juga harus dapat mengakomodasi keberagaman siswa. Setiap siswa memiliki potensi dan gaya belajar yang berbeda-beda. Oleh karena itu, UN perlu dirancang dengan soal-soal yang variatif, sehingga dapat mengakomodasi semua jenis kecerdasan.Â
Dengan demikian, UN dapat menjadi alat yang adil dan objektif dalam mengevaluasi pencapaian siswa.
Menilik Sistem UN Sebelumnya
Sistem UN sebelumnya seringkali dianggap terlalu berfokus pada penghafalan materi dan kemampuan menyelesaikan soal-soal standar dalam waktu terbatas. Akibatnya, siswa lebih termotivasi untuk mengejar nilai tinggi daripada benar-benar memahami konsep.Â
Tekanan yang begitu besar untuk lulus UN dengan nilai sempurna seringkali mengorbankan kesehatan mental siswa dan mengurangi minat mereka terhadap pembelajaran.