Di sebuah kampung bernama Cicadas, Desa Narawita, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, hiduplah seorang pemuda bernama Yayan. Usianya 31 tahun, semangatnya membara untuk mengubah nasib desanya.
Di tengah keterbatasan lahan subur dan sumber air, Yayan menemukan sebuah peluang emas yakni membudidayakan kangkung di lahan kering.
Tantangan dan Inovasi
Kampung Cicadas, seperti banyak desa lainnya di Indonesia, memiliki lahan yang didominasi oleh tanah kering. Sumber air pun terbatas, terutama saat musim kemarau.
Namun, Yayan tidak menyerah. Ia mengamati dengan seksama kondisi lahannya. Dengan tekad yang kuat, ia mulai melakukan berbagai eksperimen.
Yayan mencoba berbagai teknik untuk mengoptimalkan penggunaan air. Ia membuat sistem pengairan sederhana menggunakan pipa bekas dan bak penampungan air yang disalurkan dari mata air alami.
Selain itu, ia juga mempelajari teknik penanaman kangkung yang cocok untuk lahan kering. Dengan bantuan internet dan buku-buku pertanian, Yayan berhasil menemukan cara untuk membuat kompos dari limbah organik yang ada di sekitar rumahnya.
Proses Budidaya
Proses budidaya kangkung yang dilakukan Yayan tidaklah mudah. Ia harus menghadapi berbagai tantangan, mulai dari serangan hama hingga perubahan cuaca yang ekstrem.
Namun, dengan kesabaran dan ketelatenan, Yayan berhasil mengatasi semua kendala tersebut.
Setiap hari, Yayan menyempatkan waktu untuk merawat tanaman kangkungnya. Ia membersihkan gulma, memberikan pupuk, dan memastikan tanaman mendapatkan cukup air.