Jalan Braga, salah satu ikon Kota Bandung, Jawa Barat menyimpan sejarah panjang yang menarik. Nama Braga sendiri memiliki beberapa versi asal-usul yang menarik untuk ditelusuri.
Versi pertama, nama Braga diambil dari nama seorang penulis naskah drama, Theotila Braga (1834 - 1924). Hal ini berkaitan dengan keberadaan Toneelvereeniging Braga (Perkumpulan Tonil Braga) yang didirikan pada tahun 1882.
Versi kedua, Braga berasal dari kata "Bragi", dewa puisi dalam mitologi Jerman. Ini mengacu pada suasana artistik dan intelektual yang pernah ada di kawasan ini.
Versi ketiga, dalam bahasa Sunda, "baraga" berarti jalan di tepi sungai. Jalan Braga memang terletak di tepi Sungai Cikapundung.
Versi keempat, sebelumnya, Jalan Braga dikenal sebagai Jalan Pedati atau Karrenweg. Ini karena pada masa kolonial, jalan ini merupakan akses menuju gudang kopi dan sering dilalui oleh pedati.
Sejarah Perkembangan:
Masa kolonial, awalnya, Jalan Braga adalah jalan kecil berlumpur yang menghubungkan gudang kopi dengan jalan raya. Namun, seiring berjalannya waktu, kawasan ini berkembang menjadi pusat aktivitas sosial dan ekonomi. Bangunan-bangunan bergaya Eropa mulai bermunculan, menjadikan Braga sebagai kawasan elit.
Di masa kemerdekaan, Jalan Braga tetap menjadi pusat aktivitas, namun mengalami beberapa perubahan. Beberapa bangunan bersejarah mengalami renovasi, sementara yang lain tetap dipertahankan keasliannya.
Saat ini, Braga telah bertransformasi menjadi kawasan wisata yang populer. Bangunan-bangunan bersejarah disulap menjadi kafe, restoran, dan toko-toko unik. Selain itu, Braga juga menjadi pusat kegiatan kreatif, seperti pameran seni dan pertunjukan musik.
Braga, dengan sejarah panjang dan pesona arsitektur kolonialnya, memiliki potensi luar biasa untuk menjadi pusat inovasi dan kreativitas di Bandung. Berikut beberapa alasan mengapa Braga sangat cocok untuk peran tersebut:
Warisan Budaya yang Kaya: