Pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di trotoar merupakan pemandangan umum di banyak kota di Indonesia, termasuk di Bandung, Jawa Barat.
Di sepanjang jalan dari Cibiru, Cileunyi, Rancaekek hingga ke Cicalengka Kabupaten Bandung trotoar jalan raya tidak lepas dari pedagang kaki lima (PKL) menjajakan aneka dagangan atau usaha lainnya, seperti penjual gorengana, warkop hingga tukang tambal ban.
Di kawasan Cinunuk Kabupaten Bandung, nampak sederet komunitas pedagang kanlot motor dan aksesoris motor lainnya, seperti lampu, sayap dan stiker motor. Masuk ke Cileunyi terlihat di kiri kanan trotoar Jalan Bandung Cileunyi berderet penjual tahu Sumedang, ubi Cilembu dan aneka oleh-oleh makanan lainnya.
Apalagi saat melintas di kawasan Rancaekek  dekat kawasan pabrik kahatek, sunson dan kwalram, trotoar jalan yang semestinya untuk kenyamanan pejalan kaki dipakai para PKL untuk mengais rezeki guna menyambung hidup.
Pemandangan yang serupa sama terlihat di daerah lainnya, seperti di kawasan pinggir jalan di Kadungora dan Leles Kabupaten Garut. Di situ hampir di sepanjang jalan terlihat para pedangang oleh-oleh khas Garut yaitu burayot dan pedagang jenis lainnya.
Di satu sisi, keberadaan mereka memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan kebutuhan sehari-hari dengan harga yang terjangkau.
Di sisi lain, keberadaan mereka juga menimbulkan dilema, karena trotoar yang seharusnya diperuntukkan bagi kenyamanan untuk pejalan kaki menjadi terhambat.
Dampak Positif PKL di Trotoar:
Pertama, menyediakan akses ekonomi bagi masyarakat. Bagi banyak PKL, berjualan di trotoar merupakan satu-satunya sumber penghasilan mereka. Hal ini membantu mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarga.