Di kampung halaman saya sekitar tahun 80-90 an di saat bulan Ramadan dan malam takbiran, ada permainan yang menarik, unik dan mendebarkan khas Jawa Barat menggunakan bahan bambu yang mengeluarkan suara menggelegar seperti meriam.
Permainan ini dibuat dari bambu gombong (besar) berdiameter lingkaran sekitar 10-15 cm. Panjangnya berkisar 1-1.5 meter dan  ujung pangkal bambu dikasih lubang kecil sebesar telunjuk jari orang dewasa.
Di daerah saya, Cicalengka, Kabupaten Bandung permainan ini dinamakan lodong karbit (bahan suara ledaknya dari karbit). Permainan ini mirip menyerupai persenjataan perang yaitu meriam, sehingga anak-anak waktu itu menyebut selain main lodong adalah main meriam.
Bentuknya mirip meriam dengan laras tabung berukuran panjang ditambah saat dimainkan suaranya menggelegar. Saking kerasnya suara yang keluar dari lodong, tak jarang orang lain yang mendengarnya menutup telinga dan anehnya juga yang memainkan tak sedikit menutup lubang telinganya dengan kapas.
Permainan tradisional ini, saat itu, biasanya dimainkan oleh anak-anak, remaja dan pemuda di saat datangnya bulan Ramadan. Lodong ini rata-rata dimiliki banyak warga, sehingga hampir tiap rumah memasangnya di tiap pekarangan. Tak ayal saat dimainkan seperti sedang berperang meriam berbunyi dur, dor dari berbagai arah.
Lodong ini biasanya dimainkan malam hari selepas shalat tarawih dan sebelum waktu sahur sekitar jam 2.30. Tapi juga ada yang memainkannya sore hari sambil ngabuburit. Walaupun suaranya cukup keras, namun permainan cukup digemari dan orang tua pun waktu itu tidak melarangnya.
Puncak dari permainan lodong ini biasanya dinyalakan setelah pengumuman penetapan hari raya atau pada malam takbiran. Sehingga, pada waktu itu permainan lodong sebagain warga menyebut sebagai pertanda akhir Ramadan. Adapun permainan lodong pada malam takbiran tidak berlangsung lama, sekitar 10-15 menit.
Selain di bulan Ramadan, lodong ini sejak dulu rutin dimainkan tiap tahu pada saat karnaval warga Cicalengka pada peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus.
Namun, permainan lodong ini sudah beberapa tahun belakang ini tidak lagi ditemui di kampung saya, baik di saat Ramadan dan malam takbiran. Permainan tergantikan dengan kembang api yang biasa dinyalakan anak-anak kampung.
Tidak tahu persis, apa yang menyebabkan permainan lodong ini menghilang di saat Ramadan dan di malam takbiran. Namun sepertinya anak-anak di kampung saya, saat ini sudah beralih ke permainan individual seperti bermain game dalam gadget.
Padahal, permainan lodong ini walaupun mengundang suara yang keras, namun mengajarkan arti kebersamaan, hidup bersosialisasi, bersatu, sehingga bisa memberikan dampak positif untuk pembentukan karakter sosial anak.