Mohon tunggu...
Jumari (Djoem)
Jumari (Djoem) Mohon Tunggu... Seniman - Obah mamah

Hidup bergerak, meski sekedar di duduk bersila.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Goro-goro

7 Juli 2011   22:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:51 1826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sebenarnya jaman dulu adegan ini hanya berupa pocaran atau narasi saja, itupun hanya terdapat dalam gaya Yogyakarta. Gaya Solo tidak punya. Tetapi sekarang justru waktu untuk hiburan ini, atau goro-goro ini bisa berjalan 2 -3 jam. Itupun sebelumnya sudah ada adegan Limbukan yang intinya juga sama, yaitu lagu pilihan pemirsa. Sehingga logikanya wayangan jaman sekarang itu isinya cuma goro-goro dan limbukan. Coba dihitung saja dari totalitas maksimal pertunjukan 5-6 jam. Dikurangi limbukan 1-2jam plus goro-goro 2-3 jam,,,tinggal berapa persen? Hal ini yang banyak mengundang pro kontra dan sampai-sampai ada yang mengharamkan wayangan.

Di atas saya cuplik syair lagunya Pak Sujiwo Tejo, seorang dalang sekaligus komposer dan musisi serta pemain teater dari Jakarta. Lagu itu menggambarkan tentang betapa pentingnya uang sekarang, memang sudah banyak seniman yang menggarap tentang kecenderungan jaman sekarang ini. Tetapi sayang cepat hilang ditelan berbagai isu politik. Sehingga rakyatnya tak diberi waktu untuk unjuk gigi. Silahkan download mp3nya disini. Berhubung saya coba embed tetapi tidak bisa.

Tulisan yang terkait:

http://filsafat.kompasiana.com/2011/07/07/perang-kembang/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun