Mohon tunggu...
juju juriyah
juju juriyah Mohon Tunggu... Guru - Penulis sastra dan nonsastra, guru man 3 Cirebon peraih juara menulis tingkat internasional maupun nasional.

Hobi menulis sebagai tempat untuk berbagi dan tempat mengungkapkan ide/gagasan/pendapat dan perasaan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menyibak Senja yang Kelam

17 November 2022   09:49 Diperbarui: 17 November 2022   09:57 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tempat ini di kala aku asyik meminum kopi, tiba-tiba teringat akan suatu peristiwa dimana aku melihatnya asyik juga minum kopi dengan orang yang kuenal. Satu kesan itu tetap ada saat tiba disini di tempat ini. Kala melihatnya rasanya ingin sekali aku sembunyi di balik rerumputan atau pun ilalang. Tersembunyi di riuhnya angin menghempas daun. Tapi tetap aku merasa terhempas terbuang ke tanah dan sampai  kapan kan terkuak. Dia tak tahu aku ada di sudut ruangan ini.  Ku melangkah pergi dengan hampa dan air mata seakan sulit terbendung. Kala begini masih pantaskah dia kujadikan sebuah impian. Impian untuk tinggal bersama mendayung bahtera kehidupan seia sekata. Ku berkendara dengan tangisan menderu bagai guntur, biarkan saja aku keluarkan semua. Karena sesak ini tak dapat kuhindarkan, serasa sakit ini tak bisa diingkari karena rasa kecewa mendalam melingkari hati dengan penuh kalbu ini merasa tertinggal oleh angan bersamamu. Segala mimpi kami melayang terlempar dan terpapar. Kejadian itu tak pernah kubayangkan seakan-akan datang diluar batas nalar. Di kantor yang senyap ini duduk sendiri menenangkan perasaanku yang berantakan. Memang sudah agak tenang karena sudah kutumpahkan tadi di jalan. Aku menyadari, aku bukan emas juga bukan berlian mungkin adaku ba' batu yang perlu digosok hingga mengkilap.

"halo" sapa riasya temanku yang sedari tadi kutunggu. "Melamun yaa" Lanjutnya. Ia pun duduk.

"Sudah pesen makanan" Tanyanya. "Belum sengaja kutunggu kamu, biar makan bareng sambil ngobrol santai" jawabku, dan kami pun mulai memesan makanan.

"kenapa lama, macet yaa" tanyaku. Dia mengangguk pelan dan tersenyum manis.

"Sepertinya ada yang dipikirkan, padahal tadi pagi menelponku happy happy aja." Lanjutnya menanyakankanku. Yah mungkin dia bisa membaca dai raut wjahku yang sediah karena barusan teringat masa-masa dimana seseorang yang kupecya dan kusayangi menghianatiku di depan mataku di tempat ini. Tempat bersejarah terakhir aku bertemu dengannya. Karena memang aku memutuskan untuk tak menemuinya lagi sejak kajadian itu. Tapi guratan tanda di dalamnya mengikrarkan suatu keyakinan bahwa suatu saat nanti aku akan ditemkan dengan sesorang yang terbaik untukku. Sampai saat ini aku masih berpikir akan nalar yang masih bisa berlayar di atas lautan dan ia pun seseorang yang baru kunanti masih bisa terbang di atas awan. Tetap aku tak bercerita kepada siapapun tentang peristiwa itu. Biarlah hanya menjadi sisa-sisa kenangan yang tersembunyi di balik kelam hitam nan semu. Kamipun balik lagi ke kantor masing-masing dengan riang dan semangat bekerja setelah makan siang yang menyenangkan walaupun ada sedikit gangguan kenangan masa lalu yang menari-nari diingatanku kembali.

Perjalanan pulangku dari kantor  ditemani oleh Kilau matahari sore, mengabaikanku akan hangatnya, sehingga aku masih merasa bara panas sinar siangnya. Jarak antara rumah dan kantorku cukup jauh sekitar 45 menit perjalannya. Kini kabut senja yang mengiringiku. Kenapa rasa itu masih  menghimpit dibalik isak yang terhempas. Namun langsung kusibakkan jauh-jauh. Aku tak kan membiarkanku berdampingan dengan pohon Berduri batang kemayup senja membentang. Dan tak kan kubiarkan tangan ini tetap tergenggam kenangan yang pada ahirnya tenggelam dalam duka yang kelam. Dunia ini akan terus berjalan dan aku harus mampu mengikutinya dengan tidak memberatkan langkahku dengan kenangan-kenangan. Yakinku akan harapku pada  kenyataan hidup yang kan kuraih nanti. Life is beautifull and mainingfull.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun