Mohon tunggu...
Juhan MahdumHasan
Juhan MahdumHasan Mohon Tunggu... Mahasiswa - .

.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengalokasian Dana Stunting Tidak Optimal

10 Juli 2023   18:45 Diperbarui: 3 Juli 2024   22:39 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Juhan Mahdum Hasan
Penulis adalah mahasiswa Prodi Agribisnis FPP Institusi Universitas Muhammadiyah Malang
 

Pada 2045 indonesia genap 100 tahun merdeka dan titargetkan akan memunculkan generasi emas melalui program -- program  yang telah disusun rapi. Program yang paling di masifkan adalah perbaikan kualitas sumber daya manusia, salah satunya yaitu pemberantasan stunting. 

Pemerintah akan memperkuat percepatan penurunan stunting melalui langkah-langkah intervensi sejak sebelum kelahiran dan sesudah kelahiran antara lain: program pendistribusian tablet tambah darah, program tambahan asupan gizi untuk ibu hamil kurang gizi kronik, melengkapi puskesmas dengan USG, pemenuhan konsumsi protein hewani balita, merevitalisasi proses rujukan balita weight faltering dan stunting ke puskesmas dari rumah sakit, merevitalisasi, melengkapi, mendigitalisasi alat ukur di seluruh Posyandu  enambahan dana bantuan operasional kesehatan (BOK) Puskesmas untuk terapi gizi, perubahan aturan BPJS mengenai stunting di RS agar bisa dilayani, serta peningkatan imunisasi dasar dari 12 menjadi 14 jenis imunisasi. 

Tantangan terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM) dengan prevelansi balita stunting masih cukup tinggi yakni 30,8%, merupakan tantangan besar pemerintah serta sangat serius berupaya untuk menurunkan angka stunting yang diharapkan menurun hingga tahun 2024 diagregat 14% dan semakin berkurang hingga tahun 2030 melalui pembangunan berkelanjutan berdasarkan capaian tahun 2024.  

Pada tahun 2022 kementrian keuangan di level pemerintah pusat telah dialokasikan anggaran untuk intervensi stunting sebesar Rp 34,1 Triliun terbagi untuk: Intervensi Spesifik sebesar Rp4,1 Triliun (12%), untuk mengatasi penyebab langsung. Intervensi Sensitif sebesar Rp29,2 Triliun (85,5%), untuk mengatasi penyebab tidak langsung. Intervensi dukungan sebesar Rp0,86 Triliun (2,5%), untuk kegiatan pendampingan, dukungan teknis dan koordinasi.

Namun akhirnya banyak pertanyaan yang timbul di benak masyarakat, dimana dengan anggaran sebesar 34,1 T tetapi angka stunting belum juga turun, sehingga timbul bebrapa asumsi- asumsi di masyarakat bahwa tata kelolah pengalokasisan dana  stunting tidak tepat. Anggaran yang memang sudah di siapkan cukup besar untuk stunting apabila tatakelolah masih berantakan makah untuk mencapai target prevalensi stunting sebesar 14% pada 2024 sangat mustahil ,  sehingga sangat penting untuk mendisrupsi strategi konvensional dan mengadopsi program yang lebih komprehensif dan transparan untuk menangani stunting di Indonesia. 

Kepala Negara saat itu menghimbau  secara khusus supaya belanja-belanja yang telah dialokasikan untuk penanganan stunting tidak sia-sia karena hanya berupa program-program yang tak jelas dampaknya secara langsung ke masyarakat. Termasuk di APBN maupun APBD. Kebanyakan masyaraka luas mengangap bahwa APBN dan APBD banyak habis untuk dipakai belanja-belanja yang tidak langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat paling miskin yaitu untuk stunting, yang memang manfaat yang diberikan secara langsung jika di hitung secara nominal tidak sesuai yang di anggarkan.

Banyak kejangalan yang ada dalam pengalokasian dana stunting ini antaranya. Menteri Keuangan Sri Mulyani menemukan  anggaran ganti pagar Puskesmas yang  dimasukkan ke dalam kategori stunting, hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat fatal. Adapun salah satu daerah di Indonesia  yang  alokasi dana Rp10 miliar untuk mengatasi stunting digunakan untuk rapat dan perjalanan dinas hingga Rp6 miliar. 

Dari total Rp10 miliar itu, kata Jokowi, hanya Rp2 miliar yang digunakan untuk membeli telur, susu, daging dan sayur, jika di rinci lagi ditemukan anggaran  Rp 6 miliar untuk buat perjalanan dinas dan rapat, Rp 2 miliar untuk pengembangan dan pemberdayaan, dan hanya Rp 2 miliar buat beli telur yang di rasakan masyarakat untuk di konsumsi langsung , karena memang sebenarnya fokus utama dari stunting ini yaitu makanan yang di konsumsi harus bergizi dan sehat yang dimana harus dilakukan secara berkelanjutan. 

Peran Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). BPKP dalam hal ini harus serius mengawasi penganggaran dan penggunaan APBN serta APBD di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah. Pengawasan difokuskan pada orientasi hasil, agar alokasi APBN dan APBD stunting lebih tepat guna ke masyarakat, bukan malah fokus ke rapat atau perjalanan dinas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun