Hari ini, untuk mengisi kekosongan di hari sabtu, saya memulai dengan membuka grub "The big Family UKPK" yang didalamnya berisi alumni dan warga aktif UKPK untuk bersilaturrahim secara virtual. Sebagaimana grub whatshap pada umumnya, ada yang hanya menyimak, ada juga yang agresif, adapula anggota grub yang hanya nunggu dipancing emosinya untuk bisa berkomentar . baru-baru ini  Ada yang menarik untuk dibaca oleh khalayak umum yakni tulisannya Kiai Achmad Nur (Ketua LDNU Situbondo)  yakni "EPISTEMOLOGI DAKWAH ASWAJA ANNAHDLIYAH" yang dipublikasikan di websitenya PCNU Situbondo.
Mas Achmad Nur membuat dua point yang menjadi pokok pembahasan tulisan ini: Yakni, Konsep Dakwah Nabi Muhammad, dan Konsep Dakwah Imam Abu Hasan al Asy'ari. Yang menjadi ambigu adalah, di judul artikel ini beliau menulis "epistemology dakwah aswaja annahdliyah", namun di sub judulnya Mas Achmad Nur menulis konsep dakwah. Padahal secara umum diketahui oleh para intelektual muslim khususnya Prof Abdullah (Guru Besar Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sumatera Utara) menegaskan bahwa epistemology dakwah merupakan cabang  atau  sub  dari filsafat yang membicarakan  hakikat,  batasan,  prosedur  keilmuan  yang  ditempuh untuk menghasil pengetahuan ilmiah, Sedangkan "Konsep" secara etimologi berarti rancangan, ide, atau apapun yang digunakan akal budi untuk memahami sesuatu,  Prof Abdul Muin Salim (Guru Besar Bidang Ilmu Tafsir yang juga mantan Rektor UIN Alaudin Makassar) mendefenisikan  konsep  sebagian  ide  pokok yang mendasari satu gagasan atau ide umum.
Entah saya yang tidak paham kedua istilah tersebut, atau Mas Achmad Nur punya penjelasan tersendiri untuk keduanya. Namun seharusnya Mas Achmad Nur menulis sesuai dengan judul ketika menulis artikel di berbagai media yang otomatis dikonsumsi oleh masyarakat umum, Paling tidak, gagasan yang ditawarkan kepada masyarakat, khususnya masyarakat yang disebut awam oleh Ibnu Rusyd sejalan dengan arah dan substansi artikel, apalagi Mas Achmad Nur secara khusus menyatakan di awal tulisan membuat diskcalimer bahwa tulisan tersebut merupakan reaksi atas insiden-insiden terhadap berbagai ormas dan paham keagamaan yang mengklaim dan mencitrakan diri dan kelompoknya sebagai penganut Aswaja sejati. Karena pengaruhnya sebagai ulama muda dan pengurus organisasi di kalangan umat Islam, setidaknya ada satu atau dua orang di lembaga itu mengkultuskan Mas Achmad Nur sebagai sosok yang di idolakan, dan khawatirnya pernyataan yang dikemukakan Mas Achmad Nur tersebut akan dianggap "benar ila yaumil qiyama".
Mas Achmad Nur dalam tulisan tersbut menegaskan bahwa agenda revolusi nabi Muhammad  untuk mengubah masyarakat arab  yang memiliki kekacauan sistem kehidupan sehingga mengalami kegamangan hidup terbagi menjadi dua, yakni level edukatif dan level ekonomi politik. level edukatif tertuju kepada upaya pembebasan budak dalam menegakkan pendidikan dan proses pemebelajaran, sedangkan level ekonomi politik terjuju kepada  saudagar saudagar kaya di makkah yang banyak membuat konglomerasi antar suku dan memonopoli perdagangan. hal tersebut oleh Mas Achmad Nur hubungkan dengan pemikiran Ali Syariati yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW dengan bekal wahyu Allah menyerang terhadap para kapitalis, pedagang budak makkah, pemilik perkebunan di thaif, terhadap kisra raja raja sasania iran dan kaisar romawi, yang pada akhirnya Mas Achmad Nur membuat kesimpulan bahwa  islam hadir sebagai agama atau norma norma konsespsi dan aksi yang bertujuan membebaskan manusia dari segala belenggu kekuasaan dan kepentingan yang hegemoni.
Dari dua agenda revolusi yang dipaparkan mas Achmad Nur di atas, para pembaca jangan sampai lupa terhadap agenda dakwah revolusi Nabi Muhammad SAW yang berupa ketauhidan masyarakat arab, karena berkat agenda tauhid inilah lahir intelektual muslim yang membuat teologi dan membentuk kultur atau kebudayaan yang mengikuti teologi tersebut, sehingga efek dari teologi yang dibuat saling mengklaim dirinya adalah ahlus sunnah. Dengan demikian, sesuai dengan realitas yang disampaikan oleh Mas Achmad Nur di awal, klw mau mendeskripsikan tentang "epistemology Dakwah Aswaja Annahdliyah" seharusnya focus membahas tentang unsur ketahidudan secara epistemology dakwah aswaja, karena persoalan paling mendasar yang muncul dengan ormas yang mengaku aswaja adalah persoalan teologi atau doktrin yang dianut. Apalagi sekarang kita sudah sampai pada zaman post-truth, yang oleh Dr Fahruddin Faiz didefinisikan sebagai masa di mana orang tidak menerima data dan fakta yang benar-benar terjadi, kecuali sesuatu yang menyangkut emosi, kepercayaan atau keimanan seseorang.
Mas Achmad Nur merefleksikan tiga unsur dalam kisah Imam Abu Hasan al Asy'ari menjadi alumnus muktazilah, yang kemudian ia ungkapkan dalam konsep dakwah Imam Abu Hasan al Asy'ari. Pertama, pentingnya memperoleh wawasan yang luas melalui belajar dan berguru. Kedua, metode moderasi, kesejukan, dan kedamaian untuk konsolidasi doktrin menumbuhkan kasih sayang dan empati di masyarakat. Ketiga, kecerdasan intelektual yang kritis sekaligus akomodatif. Walaupun  Mas Achmad Nur merinci persoalan doktrinal yang muncul pada masa Imam Abu Hasan al Asy'ari yang disebut sebagai alumni Muktazilah, Namun Mas Achmad Nur hanya memberikan poin-poin penting yang harus dilakukan oleh para intelektual, khususnya para pengikut dan penerus Imam Abu Hasan al Asy'ari, tanpa menjelaskan secara teknis epistemologi dakwah Imam Abu Hasan al Asy'ari untuk menyelesaikan konflik disclaimer bannyaknya golongan yang mengaku aswaja. Sehingga dari tulisan tersebut muncul solusi untuk menyelesaikan problem yang disampaikan di awaltulisannya oleh Mas Achmad Nur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H