Mohon tunggu...
Jufri Erdogan Hobamatan
Jufri Erdogan Hobamatan Mohon Tunggu... -

Direktur Lingkar Muda Lembata [LINGKAR MATA]

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Spirit Hijriyah 1434 Untuk Damai di Flores Timur

15 November 2012   08:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:19 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jufri Erdogan - Direktur Lingkar Muda Lembata [LINGKAR MATA]

Eskalasi konflik horizontal antara warga Lewonara – Lewobunga di Kecamatan Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur (Flotim), Nusa Tenggara Timur (NTT), rupanya belum padam benar. Perang tanding jilid III Selasa (13/11) kembali meletup. Ratusan aparat keamanan yang ditugaskan mengawal keamanan di dua desa itu tak mampu berbuat apa-apa. Menurut informasi, sejak konflik ini berawal sebulan yang lalu sudah 3 orang tewas dan puluhan terluka, beberapa rumah dan kendaraan dibakar serta banyak warga yang mengungsi akibat konflik itu terutama wanita dan anak-anak.

Dari konflik ini, banyak pihak menaruh simpati dan empati dan menghendaki  konflik ini segera berakhir. Banyak juga yang menyesalkan terjadinya konflik, jika sejak awal pemerintah dan para pihak terkait sudah dapat mengantisipasinya. Kapolda NTT, Brigjen Polisi Ricky HP Sitohang, dan Komandan Korem (Danrem) 161/Wirasakti Kupang, Brigjen TNI Ferdinand Setiawan, Pemerintah Daerah Flores Timur sampai Gubernur NTT Frans Lebu Raya pun datang ke lokasi untuk mencari jalan penyelesaian,  bersama masyarakat yang bertikai. Doa dan seruan damai warga  perantauan asal  Lamaholot- Flores Timur Se Jabodetabek beberapa waktu lalu di pelataran taman Proklamasi-Menteng Jakarta juga belum mampu meredam amarah warga  yang bertikai sehingga konflik kembali terjadi.



Konflik tanah ulayat   Lewonara dan Lewobunga, memberikan pelajaran bahwa banyak masalah tentang tanah yang belum terselesaikan secara baik. Entah itu di Adonara, Flores Timur, Lembata bahkan Indonesia secara keseluruhan. Para pengambil kebijakan atau pihak-pihak yang ditugaskan mengatur kehidupan masyarakat sudah saatnya mengakui kealpaan yang dibuat yang menyebabkan masyarakat hidup dalam ketidakpastian. Kita semua tidak ingin dan sangat berharap  konflik antara dua desa bertetangga itu terus berlarut apalagi mengorban jiwa dan harta benda.

Momentum Tahun Baru Hijriyah

Momentum Hijrah, merupakan bagian dari penggalan sejarah perjuangan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Muslim. Bahkan,hijrah dapat dianggap pula sebagai bagian dari perjuangan atas nilai-nilai kemanusiaan universal yang berlaku hingga sekarang.



Dengan berhijrah manusia akan bertumbuh. Berpindah dari kebiasaan buruk menuju kebiasaan baik. Namun itu bukan hanya kerja individu. Karena peristiwa hijrah yang dilakukan Rasulullah Muhamad bersama para sahabat dari Mekkah ke Madinah 1434 tahun silam bersifat masif. Sejarah akan terus mencatat dengan tinta emas, bahwahijrah adalah tonggak sejarah yang teramat penting dan revolusioner dalam membangun sebuah peradaban umat manusia adil, penuh kedamaian dan persaudaraan sejati.

Ada peristiwa penting setelah hijrah.  Yaitu Nabi Muhamad menyalakan obor perdamaian  di antara suku Aus dan Khazraj. Mereka adalah dua suku yang bertetangga di Madinah, dikenal berani dan pandai berperang. Sayang, keduanya adalah musuh bebuyutan, pembuat onar dan kekerasan, sama-sama tak mau mengalah, dan cepat tersulut amarah. Kedua suku ini terlibat peperangan secara turun temurun.

Api peperangan terus berkobar. Dan korban jiwa pun terus berjatuhan. Sejarah seolah hendak mencatat bahwa mereka ditakdirkan untuk saling mengejek, melawan, membenci, dan membunuh. Lambat laun kelelahan mendera mereka; bosan dengan kekerasan dan kekacauan yang senantiasa dipertontonkan. Terbersit keinginan untuk mengecap kedamaian, mencipta ketenangan, dan kebersamaan dalam gelayut kebersahajaan nan harmonis. Ada kesadaran baru pada kita semua bahwa manusia dicipta bukan untuk saling mencederai!.

Apa yang dapat dicatat dari tahun baru Islam dengan konflik tanah ulayat saudara kita Desa Lewonara - Lewobunga? Sebuah perjuangan moral! Ya, sebuah kisah dinamis tentang perjuangan dari sebuah kelompok masyarakat baru yang didasarkan atas nilai-nilai idealisme dan moralitas yang tinggi. Mereka adalah bagian dari kelompok yang sadar atas keadaan masyarakat yang dianggapnya telah terjadi banyak tragedi kemanusiaan.

1.Ada struktur sosial yang timpang, dimana manusia diperlakukan berdasarkan garis keturunan, kekuasaan dan harta kekayaannya serta ada penindasan antar sesama,

2 .Ada penistaan terhadap kaum perempuan dan anak-anak , dimana mereka diperlakukan tidak sama sebagaimana laki-laki yang dianggap memiliki hak yang istimewa dan berlebih.

3. Kemiskinan menjadi fenomena yang biasa saja, sebagai akibat ketimpangan dari struktur sosial ekonomi yang tidak adil. Pengabaian atas mereka yang lemah dan miskin dianggap sebuah kewajaran belaka, di tengah sistem masyarakat yang memuja kebendaan dan kemewahan duniawi.

4.Kebanggaan kelompok menjadi ikatan yang semu sebagai wujud persaudaraan yang mengagungkan atas nama garis keturunan dan golongan/suku yang sempit. Sistem masyarakat yang timpang, kemudian seolah memperoleh pembenaran dari sistem kepercayaan yang dibangun, yang secara simbolik terwujudkan dalam bentuk jargon –jargon yang diwariskan secara turun temurun.

Ketika ajakan atau seruan kepada nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan benar melahirkan berbagai reaksi tindakan yang bersifat antipati dari kelompok yang ingin terus menabur bara konflik ini, makahijrah merupakan wujud nyata dari sebuah keteguhan sikap dan keyakinan baru yang tidak kenal kompromi. Sejarah mencatat bahwa nilai-nilai moralitas yang tinggi mampu dipegang teguh oleh sekelompok masyarakat yang ingin keluar dari sistem sosial yang timpang dan menindas atas sesama.

Wahai saudaraku suku Lewobunga dan Lewonara, pemberian maaf harus diutamakan, perasaan dendam harus diakhiri, pancangkanlah berbaik sangka dalam kata dan laku, siramilah iri dengki dengan lapang dada, dan lawanlah kekerasan dengan kelembutan dan cinta kasih. Mengutip Pastor Kristus Raja Waiwerang, RM Bene Koban A bahwa Adat dibuat manusia, maka manusia juga mampu mengendalikan konsekwensi adat, selama manusia memiliki kemauan besar untuk menyelesaikan masalah, pasti Tuhan akan memberikan jalan keluar terbaikMudah-mudahan Badai pasti berlalu dan persaudaraan itu bersemi kembali dalam kehidupan kita. Semoga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun