[caption id="attachment_361110" align="aligncenter" width="512" caption="foto: ilustrasi (evanputra.files.wordpress.com)"][/caption]
Palu, Sulawesi Tengah - PT BDM mengekstraksi sumber daya alam (SDA), terdapat 497 Kepala Keluarga (KK) warga Desa Bahomakmur, Kec. Bahodopi terpaksa bertarung hidup karena 372,75 ha sawah miliknya tidak lagi berproduksi.
Investasi triulinan rupiah PT Bintang Delapan Mineral (BDM) di Kab. Morowali hendaknya tidak semata diliat dari satu sisi saja, sukses mendongkrat laju industrialisasi, serapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi daerah namun sangat berakibat dan berdampak pada segala sendi aspek kehidupan masyarakat sekitar.
Masalah ini sudah berlangsung lima tahun, sejak tahun 2010-2015. Anehnya, pihak PT BDM sama sekali tidak merasa sebagai biang atas lumpuhnya sumber penghidupan petani di Desa Bahomakmur. Bahkan menutup mata atas semua fakta pemiskinan yang terjadi.
Padahal sejak tahun 1996-2010 sebanyak 296 ha lahan usaha produksi padi dan palawija sebagai sumber dari segala sumber penghidupan petani. Petani Bahomakmur menuntut ganti rugi kepada pihak PT BDM atas sawah dan ladang mereka tidak berproduksi.
"Sudah 5 tahun ini kami tidak bisa bersawah dan berkebun lagi karena sungai sebagai sumber irigasi sudah dikuasai oleh PT BDM. Belum lagi jalan Hauling berada dibelakang dapur rumah kami, Sehingga tidak ada kemerdekaan yang kami rasakan," ujar Sabar, sebagai perwakilan warga dalam Tim Pokja.
Apa yang dituntut oleh petani Bahomakmur adalah sesuatu yang bukan tidak mendasar. Dasarnya adalah hak hidup dan sumber penghidupan. Apalagi temuan Tim Pokja II, menemukan bahwa sungai Bahodopi sudah tercemar logam berat.
Penghancuran atas hak penghidupan ini terkait erat dengan pelanggaran terhadap hak ekonomi, sosial dan budaya, sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 11/2005 tentang Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Di mana, negara wajib menghormati, melindungi dan memenuhi Hak-hak tersebut kepada warganya. Kaitan kasus ini Bupati Morowali sebagai pemberi IUP bersikap lebih mengakomodir kepentingan pihak PT BDM ketimbang menyelesaikan kasus tersebut. Padahal hasil laporan dua Tim Pokja investigasi yang dibentuk sudah melaksanakan tugasnya.
Tim Pokja I bertugas untuk memastikan dampak sosial, ekonomi, lingkungan serta fisika, biologi dan kimia tanah. Sementara Tim Pokja II melakukan investigasi atas dampak yang ditimbulkan oleh jalan Hauling PT. BDM.
Ironisnya, sejak tahun 2014 laporan hasil kerja dua Tim Pokja tidak pernah ditindak lanjuti oleh Bupati Morowali. Kedatangan utusan Petani ke DPRD Sulteng (16/4/2015) berharap agar permasalahan ini bisa diselesaikan.