Mohon tunggu...
Jufra Udo
Jufra Udo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa yang ingin hidup bebas..Follow akun twitter @jufra_udo\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Korupsi, Dimanakah Negara?

29 Maret 2014   18:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:19 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jadilah pejabat negara maka engkau jadi koruptor! Ucapan bernada silogisme seperti ini agak over-generalisir,tapi benar adanya.Paradigma publik telah tergiring untuk membenarkan soal ini.

Hasil rilis dari Lembaga Transparansi Internasional (2013) tercatat indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia bertengger di urutan ke 114 dari 177 negara (jurnas.com).

Tahun 2013, KPK mencatat korupsi berdasarkan instansi naik 37,5 persen dari tahun sebelumnya.

Jajaran instansi terkorup, yaitu kementerian (43 kasus), pemkab/pemkot (18 kasus), pemprov (3 kasus) dan DPR/DPRD (2 kasus). Jenis kasus yang dominan,berupa suap (50 kasus), pengadaan barang/jasa (9 kasus), dan tindak pidana pencucian uang (7 kasus).

Negara Lalai?

Korupsi tumbuh subur senada dengan gencarnya upaya negara memberantas korupsi.Adakah kelalaian negara?

Kecenderungan pemberantasan korupsi di negara kita masih lewat sistem kelembagaan (formal),bukan menelisik rantai korupsi kearah bawah (down ward).Kebijakan pemerintah,selama ini,memandang problem ini sebagai produk politik dan hukum semata. Bahkan acapkali dipolitisir.

Padahal korupsi itu hasil kreasi kebudayaan manusia,dimana,kata Levi-Staruss,kebudayaan merupakan produk manusia.

Dalam kebudayaan,manusia leluasa bertindak secara otonom.Ia mampu,kapan pun, membentuk citra diri dengan perilaku,salah satunya nafsu serakah.Guna unjuk diri bahwa ia agung,mampu,dan berkuasa.Meski realitasnya semu.

Yang tampak selama ini,koruptor yang dijerat dominan dari golongan kelas menengah keatas,yang memiliki kehidupan glamour.Untuk “menghebatkan diri”,tentu ia unjuk aset kekayaan dihadapan publik,meski itu hasil “curian”.

Memang kita akui,korupsi adalah penyalah-gunaan wewenang keuangan negara yang secara langsung berurusan dengan hukum dan politik,tetapi bukan itu muasalnya.

Korupsi itu kejahatan kebudayaan. Hukum hanyalah dalih yang melegitimasi penghakiman bagi para koruptor bahwa: ‘mereka pantas dihukum karena tidak etis dalam pengelolaan keuangan negara’.

Tetapi,jika kita berucap muara korupsi dari politik,ini hanya memperpendek langkah kita mengantisipasi guritan korupsi. Sebab,kesucian politik yang (mayoritas) diterapkan di negeri ini sudah berbuah ketidakpedulian.Karena politik kita miskin humanitas,lebih berat gilanya dibanding akal sehatnya.

Kita butuh langkah pasti dan tegas pemberantasan korupsi.Tak hanya memperhatikan sisi politisnya. Korupsi bukan produk politik saja.Ia adalah kejahatan kebudayaan,yang mengancam kehormatan negara. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun