Sekitar pertengahan Mei 2005, saya berada di Suriah. Melalui perjalanan darat dari 'Amman, Yordania, saya dan beberapa orang kawan memasuki Suriah dari kota Daraa, kota paling selatan Suriah, dekat perbatasan dengan Yordania.
Ketika itu, sedikitpun tidak ada rasa cemas di hati kalau nanti di jalan akan dibom, diteror, atau akan menemukan mayat-mayat tak terurus bergelimpangan.
Betapa indahnya perjalanan menelusuri jalan pegunungan subur yang ditumbuhi pohon-pohon zaitun. Di setiap kota kecil yang kami lintasi, bangunan tua berdinding bata, bergaya kombinasi Romawi Byzantium dan Kesultanan Usmaniah zaman dahulu kala, mencolok mata. Orang berjalan hilir mudik dengan riang gembira memanfaatkan jam siang musim panas yang lebih panjang.
Kira-kira 3 jam kami sampai di Damaskus. Agak lelah memang. Kami menginap di sebuah apartemen tua sewaan tiga lantai. Kami menziarahi Mesjid Umawi yang tak jauh dari apartemen itu, menziarahi makam Nabi Yahya yang ada di dalam mesjid, dan kami ikut shalat maghrib berjamaah di sana. Tidak lupa, kami menelusuri pasar Hamidiyah yang panjangnya hampir setengah kilometer. Kami tidak lupa menziarahi Bab As-Saghir, komplek pemakaman banyak sekali shahabat-sahabat nabi Nabi don ulama-ulama besar Islam tempo dulu.
Karena tidak puas hanya menengok Damaskus, kami lanjutkan perjalanan menuju Homs, kota yang berjarak tidak kurang 200 km ke arah utara dari Damaskus. Kami singgah agak lama, shalat di Masjid Khalid bin Walid, mesjid yang namanya diambil dari nama seorang shahabat Nabi yang bergelar "Pedang Allah", Khalid bin Walid yang makamnya ada di sana. Mesjid itu mempunyai beberapa kubah, dan salah satunya tepat di atas makam sahabat Nabi yang mulia itu.
Setelah melanjutkan perjalanan dari Homs, akhirnya kami sampai di Allepo, 200 km lagi ke utara Homs, kota penting Suriah bagian utara. Letaknya tak jauh dari perbatasan Suriah dan Turki.
Rasanya, ketika itu, Allepo tidak begitu terkenal seperti Damaskus. Yang saya tahu sebelum berangkat ke Suriah hanya Damaskus, pusat pemerintahan Bani Umayyah. Sama sekali tidak pernah terpikir kalau ada kota yang bernama Allepo.
Kota tua itu memang mempesona karena situs-situs bersejarahnya terawat baik. Citadel, istana peninggalan Romawi yang mungkin dibangun ribuan tahun lalu, berdiri sebagai alun-alun kota dikelilingi jalan raya, dikunjungi banyak turis. Tapi, perawatan situs bersejarah di Suriah tidak hanya terjadi di Allepo, tapi juga di Homs, dan lebih-lebih di Damaskus. Hanya Damaskus yang kesohor.
Tapi, kini Allepo menjadi begitu terkenal.
Dulu sekali, sebenarnya, di zaman Romawi, Allepo pernah sangat terkenal karena berada di perlintasan jalur sutra perdagangan dari benua Eropa menuju Asia tengah. Di tempat itu saudagar-saudagar Arab pra Islam membeli dan menjual barang dagangan. Konon kabarnya, kafilah dagang Quraisy sampai ke Allepo berniaga.
Di zaman Kesultanan Usmaniah, Allepo dibangun besar-besaran. Allepo menjadi kota ketiga terbesar di seluruh wilayah kekuasaan Usmaniah setelah Istanbul dan Kairo. Ekonomi dan keuangan Usmaniah dipusatkan di sini.