Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Langkah Mudah Menghindari Jebakan Hoax

30 Desember 2016   07:58 Diperbarui: 30 Desember 2016   08:21 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menjadi pembaca cerdas, adalah gejala baru. Karena dulu ketika saya masih sekolah, dengan membacalah orang menjadi cerdas. Tetapi sepertinya saat ini, logika tersebut harus dibalik. Cerdas sebelum membaca.  Justru disaat teknologi informasi menyediakan banyak hal dan dengan sangat-sangat mudah memperolehnya.  Bingung dengan istilah yang didengar, klik saja, mister google menyediakan banyak pilihan jawaban. Tetapi itu pulalah masalahnya, tidak semua situs rujukan memuat apa yang benar-benar diperlukan. Bukannya  tidak mengatasi masalah, tetapi apa yang disampaikan tidak benar alias palsu (Hoax). Ketidaktahuan membuat siapa saja dapat dengan mudah percaya, mengikuti arus ‘kebenaran’ situs palsu tersebut. Jebakan hoax membuat pencari kebenaran mengikuti arusnya, apalagi jika berita atau informasi palsu tersebut sesuai dengan perspektif yang pencari informasi yakini. Klop!

Pertanyaannya adalah bagaimana menjadi pembaca cerdas? Di bangku sekolah, ketika seseorang belajar pelajaran Sejarah sebenarnya telah diajarkan. Ada langkah-langkah sederhana untuk menilai kebenaran suatu informasi dari sumbernya. Memang ini bukan satu-satunya cara, tetapi setidaknya langkah tersebut dapat menolong kita terbebas dari kubangan kebenaran-kebenaran palsu tersebut. Kecuali jika kita memang menikmati dan nyaman dengan keberadaannya. Sebab kadang kebenaran itu memang pahit .  Dan kita tidak ingin mengakuinya.

Langkah tersebut adalah kritik sumber, sebuah metode untuk menggali apakah sumber informasi yang diterima itu valid, akurat dan mengandung kebenaran apa tidak. Biasanya ini dikenal dengan istilah yang lebih populer sebagai proses check  end recheck.Sepertinya untuk menjadi pinter, saat ini seseorang harus punya modal pinter dulu. Jaman memang benar-benar telah berubah.

Kritik sumber yang pertama  bertujuan menguji apakah sumber yang diinginkan benar-benar sumber yang tepat berdasarkan beberapa hal, diantaranya ; apakah penulis dari artikel/informasi/berita adalah orang yang tepat. Misalnya dia adalah ahli dibidang yang ia tulis, dapat dilakukan penelusuran melalui  search engine. Lantas dimuat oleh situs yang tepat, kredibel. Ini bisa dicermati dari konsistensi situs, perspektif  situs, dan beberapa testimony atas situs tersebut. JIka berdasarkan penelusuran penulis dan situsnya tidak ada ‘persoalan’ maka  informasinya bisa saja akurat. Tetapi itu saja juga belum cukup. 

Tahap kedua,  kita juga mesti menguji  apakah isi informasi masuk akal atau tidak. Pada tahap ini, kita bisa membandingkan dengan informasi –informasi  sejenis. Saling bertentangan atau saling mendukung. Informasi mengandung pertanyaan-pertanyaan baru atau memang memaparkan maksud secara gamblang. Jika syarat ini terpenuhi, maka kemungkinan besar informasi tersebut benar adanya.

Hoax biasanya berisi informasi yang berlawanan dengan kebenaran-kebenaran umum. Keberadaannya menghadirkan kontroversi, perspektifnya mengarah pada kepentingan-kepentingan tertentu. Tidak semua informasi ada hoax-nya. Hanya pada fakta-fakta tertentu saja dan bernilai strategis, tentu bagi kepentingan pembuatnya. Sehingga sebagai pembaca, sebenarnya melalui intuisi dapat dengan segera menangkap kemana arah hoax itu dibuat. 

Selain kritik sumber, sebagai pencari informasi kita juga mesti menggunakan intuisi dan hati nurani. Berani menerima kenyataan, karena tidak selalu bahwa kebenaran itu selaras dengan jalan pikiran kita. Itu jika memang kebenaran yang diinginkan. Karena harus diakui perspektif yang terlanjur nyangkut di kepala seseorang akan menggiring orang tersebut menerima informasi yang sesuai dengan jalan pikirannya saja. Tidak untuk yang lain. Jika itu yang terjadi, maka upaya apapun akan sia-sia.@

Penulis adalah Guru Sejarah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun