Menghentikan rutinitas dan meringankan beban, tidak mungkin, karena saya bukan pengambil keputusan atas pekerjaan-pekerjaan saya itu. Nah, ini bedanya dengan pak Tjip.
Sejak beberapa tahun lalu saya sudah berjanji pada diri saya, tidak membawa pekerjaan ke rumah. Karena itu tidak akan pernah ada habisnya. Kecuali jika saya belajar hal-hal baru, saya lakukan meski itu terkait dengan pekerjaan.
Saya juga belajar menghadiahi diri sendiri untuk prestasi-prestasi kecil yang berhasil saya peroleh. Misalnya, ketika saya berhasil menyelesaikan koreksian, maka saat pulang kerja, makan bakso Wonogiri depan komplek. Tetapi ini saya tegaskan di kepala sebagai sebuah hadiah. Murah kan.
Sebelum tidur, adakalanya menyempatkan diri bersama anak-anak. Sekedar merebahkan diri di kamar mereka. Mendengarkan cerita mereka. Meski tak banyak, karena biasanya saya terlelap sebelum cerita mereka tuntas. Ketika terbangun, giliran mereka yang terlelap.
Jika masih ada waktu, dan mata masih kuat, saya pergunakan untuk menulis. Apa saja yang terbersit di kepala, daripada jadi mimpi buruk karena tak tertuang.
Mungkin ini bukan gaya hidup sehat, tetapi saya belajar menikmati setiap detiknya, bahkan disaat mengeluh. Berharap masih punya banyak waktu dan kesempatan untuk menuliskan hal-hal indah seperti halnya Pak Tjiptadinata Effendi dan Ibu. Salam hangat selalu.
Bacaan
Rahasia Merawat Diri, Sehat Lahir Batin Tanpa Biaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H